Salam Waras, Sinjai – Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, yang dikenal sebagai Butta Panrita Kitta, “Murka” Tanah Para Ulama yang Terluka dibalik rencana eksplorasi Tambang Emas Sinjai.
Musibah banjir bandang dan tanah longsor yang menerjang sembilan kecamatan pada 5 Juli 2025 telah menorehkan luka mendalam di tengah kontroversi rencana eksplorasi tambang emas.
Dua orang luka berat, ratusan rumah terendam, dan tiga jembatan putus menjadi bukti nyata dahsyatnya bencana ini.
Lebih dari itu, bencana ini mengungkap krisis ganda yang tengah melanda Sinjai: ancaman ekologis dari rencana eksplorasi tambang dan lemahnya penegakan hukum.
Bencana Alam Memperparah Situasi yang Sudah Memprihatinkan
Sebelum bencana ini, rencana eksplorasi tambang emas seluas 11.362 hektar oleh PT. Trinusa Resources di empat kecamatan telah menuai protes keras.
Aktivis lingkungan memperingatkan bahaya kerusakan ekologis terhadap Sungai Tangka dan Sungai Balantieng, sumber air utama bagi lebih dari 220.000 penduduk.
Kondisi infrastruktur yang sudah memprihatinkan di Sinjai Barat, terutama di sekitar Puncak—dengan kerusakan jalan, longsor, dan kekurangan air irigasi—semakin diperparah oleh bencana alam ini.
Kerusakan infrastruktur pasca-bencana meliputi jalan poros utama, jembatan, dan ratusan rumah warga, menambah beban masyarakat yang sudah menghadapi dilema lingkungan.
Putusnya akses jalan utama Sinjai-Gowa akibat ambruknya jembatan di semakin mempersulit upaya penanggulangan bencana.
Proyek Porang dan Tambang Ilegal Memperburuk Situasi
Krisis diperparah oleh proyek pembangunan pabrik porang di Kelurahan Lappa yang diduga mengabaikan aturan lingkungan, dengan PT. Mitra Konjac Indonesia secara terang-terangan mengabaikan Surat Perintah Penghentian aktivitas penimbunan lahan dari DLHK Sinjai.
Aktivitas penimbunan lahan terus berlanjut, memicu kecaman dari Sinjai Geram yang mendesak tindakan tegas, termasuk penelusuran sumber material yang diduga berasal dari tambang ilegal.
Lemahnya penegakan hukum dan dugaan kongkalikong menjadi sorotan tajam.
Sektor Pertanian Terdampak, Ketahanan Pangan Terancam
Bencana juga berdampak pada sektor pertanian. Sebanyak 312 hektare areal persawahan di delapan kecamatan terendam banjir dan rusak akibat longsor.
Meskipun potensi gagal panen total rendah, Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Sinjai bergerak cepat untuk meminimalisir kerugian petani dan menjaga ketahanan pangan.
Kepala DTPHP Sinjai, Kamaruddin, menyatakan pihaknya tengah mendata kerusakan lahan secara detail melalui petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT).
Data ini akan menjadi dasar pengajuan bantuan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan Kementerian Pertanian.
“Setelah data terkumpul, kami akan segera mengajukan bantuan agar petani terdampak mendapatkan dukungan,” tegas Kamaruddin.
Delapan kecamatan yang terdampak meliputi Sinjai Utara, Sinjai Timur, Sinjai Barat, Tellulimpoe, Bulupoddo, Sinjai Borong, Sinjai Selatan, dan Sinjai Tengah. DTPHP Sinjai juga akan terus memantau kondisi lapangan dan memberikan pendampingan kepada petani untuk menghadapi cuaca ekstrem.
Krisis Air Bersih Menambah Derita
Hujan deras dan angin kencang yang melanda Sinjai Sabtu lalu (5/7) mengakibatkan longsor di Desa Bontotengnga, Kecamatan Sinjai Borong. Longsoran batu besar menghantam pipa induk PDAM Sinjai berdiameter 400 mm, memutus aliran air bersih ke ribuan pelanggan.
Direktur PDAM Sinjai, Nasrullah Mustamin, membenarkan insiden tersebut. Pipa Jaringan Distribusi Utama (JDU) di sekitar sumber air Sungai Balantieng mengalami kerusakan parah dan distribusi air terhenti.
Tim teknis PDAM telah diterjunkan sejak Minggu (6/7) untuk melakukan perbaikan di lokasi yang sulit dijangkau.
“Proses perbaikan menantang karena medan berat,” ujar Nasrullah.
PDAM Sinjai menargetkan perbaikan selesai dalam 1-2 hari ke depan, namun belum dapat memastikan kapan distribusi air akan kembali normal.
Pihaknya memohon maaf atas ketidaknyamanan yang ditimbulkan.
Kerusakan pipa ini menambah derita warga Sinjai yang sebelumnya telah terdampak banjir bandang dan tanah longsor.
Pertanyaan Mengenai Masa Depan Sinjai
Di tengah duka dan keprihatinan, pertanyaan serius muncul:
- apakah rencana eksplorasi tambang emas akan memperparah kerentanan Sinjai terhadap bencana alam?
- Apakah kesejahteraan yang dijanjikan akan sebanding dengan risiko kerusakan lingkungan yang tak terukur?
- Butta Panrita Kitta menangis, dan tangisannya harus didengar.
Pemerintah daerah dan pemerintah pusat perlu segera mengevaluasi rencana eksplorasi tambang dan memprioritaskan keselamatan serta keberlanjutan lingkungan hidup masyarakat Sinjai.
Penegakan hukum yang tegas dan tata kelola pemerintahan yang baik menjadi kunci untuk mengatasi krisis ganda yang tengah melanda Sinjai. (*)