Salam Waras, Sinjai, — Pemeriksaan terhadap Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Sinjai, Andi Jefrianto Asapa, oleh penyidik Tipidkor Polres Sinjai dalam kasus dugaan pungutan liar (pungli) pengadaan kain batik ASN, memunculkan efek berantai di luar ruang hukum.
Di tengah sorotan publik yang semakin tajam, media plat merah justru ikut menjadi sorotan baru karena dianggap memilih diam.
Hingga Selasa malam, tak satu pun kanal resmi milik Pemerintah Kabupaten Sinjai — baik portal berita yang dikelola Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) maupun akun media sosial berlogo institusi — menyinggung soal pemeriksaan pejabat tinggi Pemkab tersebut.
Fenomena bungkamnya media pemerintah ini memantik pertanyaan besar di tengah meningkatnya tuntutan transparansi informasi publik di era digital.
Diduga, yang dimaksud sebagai media plat merah adalah media yang dikelola langsung oleh Kominfo Sinjai, serta sejumlah media lokal yang dikontrak Pemkab melalui anggaran publikasi resmi.
Ironisnya, publik menilai media-media tersebut seolah lupa bahwa dana yang mereka terima bersumber dari uang rakyat — pajak masyarakat Sinjai.
“Kalau media yang dibiayai uang rakyat justru menutup informasi penting bagi publik, di mana letak fungsi kontrol sosialnya?” ujar salah seorang pemerhati kebijakan publik di Sinjai, menyoroti lemahnya tanggung jawab moral media binaan pemerintah.
Sementara itu, media independen lokal justru tampil di garis depan — aktif mengawal perkembangan pemeriksaan Sekda dan menggali keterangan langsung dari aparat maupun sumber-sumber terkait.
Publik menilai langkah ini sebagai bukti nyata integritas dan keberanian jurnalis independen dalam menjalankan fungsi kontrol sosial.
Kasus dugaan pungli pengadaan batik ASN ini akhirnya tidak hanya menjadi ujian bagi komitmen penegakan hukum di tubuh Pemkab Sinjai, tetapi juga cermin keberanian media pemerintah dalam menegakkan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
“Uang publik menuntut tanggung jawab publik,” tegas seorang akademisi komunikasi di Sinjai. “Pers pemerintah harus berpihak pada kepentingan masyarakat, bukan menjadi corong pembenaran kekuasaan.”
Sejalan dengan meningkatnya sorotan publik, salah seorang warga Sinjai berharap agar Polres Sinjai juga memeriksa Dinas Kominfo, khususnya bidang yang membidangi publikasi dan pengelolaan anggaran belanja publikasi daerah.
“Kami ingin tahu berapa besar dana publikasi yang digunakan dan bagaimana transparansinya. Itu uang rakyat, jadi harus dibuka ke publik sesuai undang-undang keterbukaan informasi,” ujarnya.
Warga juga menegaskan bahwa setiap penggunaan anggaran publik harus dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan secara hukum, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU No. 14 Tahun 2008) serta prinsip akuntabilitas publik dalam UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
Dasar Hukum dan Regulasi yang Relevan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) Pasal 3 huruf a: Setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik, Pasal 7 ayat (1): Badan publik wajib menyediakan, memberikan, dan/atau menerbitkan informasi publik yang berada di bawah kewenangannya. Media pemerintah dan Kominfo wajib membuka data penggunaan dana publikasi yang bersumber dari APBD.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Pasal 3 ayat (1): Pers berfungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial. Pasal 6 huruf c: Pers melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.BMedia plat merah yang bungkam terhadap isu publik melanggar spirit UU Pers sebagai pengawal kepentingan rakyat.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, Pasal 3: Menegaskan asas akuntabilitas, keterbukaan, dan kepastian hukum dalam setiap penyelenggaraan negara. Dinas Kominfo sebagai pengguna anggaran publik wajib membuka setiap komponen pembiayaan publikasi.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 354 ayat (1): Kepala daerah dan perangkat daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat sebagai bentuk transparansi penyelenggaraan pemerintahan. Kominfo seharusnya menjadi pelopor keterbukaan, bukan bagian dari kebungkaman birokrasi.
Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Standar Layanan Informasi Publik (SLIP) Mengatur kewajiban badan publik, termasuk pemerintah daerah, untuk menyediakan informasi yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.
Kode Etik Jurnalistik Dewan Pers (2008) Pasal 1 dan 2: Wartawan wajib menyajikan berita secara faktual, berimbang, dan tidak menutup informasi penting bagi publik.
Dalam konteks penggunaan anggaran publikasi oleh Dinas Kominfo, publik berhak mengetahui apakah dana tersebut digunakan untuk fungsi komunikasi publik yang mencerahkan, atau sekadar membiayai diamnya media. Sebab, setiap rupiah dari APBD adalah uang rakyat yang memiliki jejak moral dan hukum.
Bila media yang hidup dari pajak rakyat justru menutup mata terhadap kebenaran, maka yang mati bukan hanya idealisme pers, tapi juga rasa malu kita bersama.