Salam Waras – Indonesia kaya raya, namun kekayaan alamnya terancam oleh praktik-praktik ilegal yang merajalela. Dari Sabang sampai Merauke, kasus penambangan liar dan pelabuhan ilegal terus menggerogoti kekayaan negara dan mengancam kelestarian lingkungan.
Laporan terbaru mengungkap beberapa titik kritis yang membutuhkan perhatian serius pemerintah.
Sinjai: Emas di Balik Ancaman Banjir
Rencana ekspansi penambangan emas di Sinjai Borong, Sulawesi Selatan, memicu kontroversi.
Anggota DPRD Arifuddin dan Zulkifli menyoroti potensi kerusakan lingkungan yang signifikan, khususnya terhadap sumber air di perbukitan.
Perubahan status Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari eksplorasi ke produksi, yang informasinya mudah diakses online, memicu kecurigaan dan desakan transparansi.
Presidium Sinjai Geram menolak proyek ini, memperingatkan potensi bencana banjir. Pertanyaannya: siapa yang akan bertanggung jawab jika bencana terjadi?
Raja Ampat: Surga Terumbu Karang Terancam
Di Raja Ampat, Papua Barat, aktivitas pertambangan nikel di lima pulau kecil telah menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah.
Greenpeace dan Aliansi Jaga Alam Raja Ampat melaporkan kerusakan hutan lebih dari 500 hektar dan ancaman terhadap terumbu karang.
Pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia tentang tata kelola limbah yang baik dinilai tidak cukup untuk menutupi kerusakan yang nyata. Apakah janji pembangunan berkelanjutan hanya retorika?
Kubu Raya: Pelabuhan Ilegal, Pintu Masuk Korupsi
Di Kubu Raya, Kalimantan Barat, pelabuhan ilegal di Desa Sungai Ambawang Kuala beroperasi tanpa izin dan pengawasan, meraup keuntungan besar dari pungutan liar dan penggelapan pajak.
Pakar hukum Yusril A. Fadlan menyebutnya sebagai pelanggaran hukum administrasi dan potensi pidana korupsi, membuka celah bagi penyelundupan.
Ancaman ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga membunuh pelabuhan resmi yang beroperasi sesuai regulasi. Bisakah pemerintah menghentikan praktik ilegal ini?
Melawi dan Kalimantan Barat: PETI dan Desakan Legalisasi Tambang Rakyat
Polres Melawi gencar mensosialisasikan pencegahan Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI), namun Asosiasi Penambang Rakyat Indonesia (APRI) Kalbar justru mendesak legalisasi tambang rakyat.
Mereka menilai regulasi pertambangan tidak adil, hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu dan mengkriminalisasi penambang kecil.
APRI meminta transparansi, kewenangan daerah untuk menetapkan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR), dan penindakan tegas terhadap pemodal dan penadah ilegal.
Apakah pemerintah akan mendengarkan suara rakyat kecil?
PT Timah: Kisah Korupsi Komoditas Niaga Timah
Kasus PT Timah Tbk memperlihatkan bagaimana perusahaan negara pun bisa terjerat praktik korupsi.
Kerjasama dengan pihak ketiga dalam penambangan timah, praktik tambang ilegal yang merajalela, dan kerjasama penglogaman dengan smelter swasta telah menggerus kekayaan negara.
Regulasi yang ada tampaknya tidak cukup untuk menghentikan praktik ilegal ini. Apakah PT Timah mampu membersihkan diri dan mengembalikan kepercayaan publik?
Kasus-kasus di atas menggambarkan betapa rapuhnya pengawasan dan penegakan hukum di Indonesia.
Transparansi, penegakan hukum yang tegas, dan kebijakan yang berpihak pada masyarakat dan kelestarian lingkungan mutlak diperlukan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan yang sesungguhnya.
Harta karun Indonesia tidak boleh terus dirampok oleh praktik-praktik ilegal yang merugikan negara dan rakyatnya. (*)