Dugaan Korupsi Seragam Sekolah Gratis Makassar Menguat, LMP Sulsel: Kami Sudah Bertindak, Kini Giliran Presiden Menegakkan Amanat Rakyat

Salam Waras, Jakarta — Program pembagian seragam sekolah gratis oleh Pemerintah Kota Makassar kembali menjadi sorotan nasional. Setelah sebelumnya dilaporkan ke Mabes Polri dan Kejaksaan Agung RI oleh LASKAR Sulsel dan GEMA LMP Sulsel.

Kini giliran Laskar Merah Putih (LMP) Provinsi Sulawesi Selatan yang melaporkan dugaan tindak pidana korupsi program tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, Selasa (1/10/2025).

Bacaan Lainnya

Langkah ini diambil lantaran penegakan hukum di daerah dinilai mandek dan tidak transparan, meski temuan kejanggalan telah disampaikan sejak pertengahan tahun.

Ulasan Hukum dan Fakta Lapangan

Dalam pelaksanaan program seragam sekolah gratis Pemkot Makassar, diduga kuat telah terjadi tindak pidana korupsi. Laporan resmi yang diserahkan ke KPK berisi uraian sistematis sebagai berikut:

APBD Kota Makassar Tahun Anggaran 2025 merupakan dasar hukum pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran. Setiap pengeluaran daerah tidak boleh menyimpang dari yang telah direncanakan dan disahkan dalam APBD tersebut.

Kepala daerah dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran untuk tujuan lain selain yang ditetapkan dalam APBD.

Dasar hukum yang dilanggar antara lain:

  1. UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Pasal 309 ayat (32): APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran.

Pasal 327 ayat (5): Kepala daerah dan perangkat daerah dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran untuk tujuan lain dari yang ditetapkan.

  1. PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 24 ayat (6): Setiap pengeluaran daerah harus memiliki dasar hukum yang jelas.

Permasalahan

Pada 31 Juli 2025, DPRD Kota Makassar menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dihadiri oleh pejabat Pemkot, Dinas Pendidikan, serta sejumlah ormas, termasuk Laskar Merah Putih.

Dalam rapat itu, terungkap fakta bahwa Pemkot Makassar telah menjalankan program seragam sekolah gratis senilai Rp18 miliar dari APBD 2025 tanpa persetujuan DPRD.

Padahal, program ini tidak tercantum dalam APBD Pokok 2025, dan baru dibahas untuk dimasukkan dalam APBD Perubahan September 2025 — setelah kegiatan terlanjur dilakukan pada 21 Juli 2025.

Analisis Masalah

Menurut aturan, setiap program baru yang menggunakan dana APBD harus melalui mekanisme APBD Perubahan dan disetujui oleh DPRD.

Namun, Pemkot Makassar menyalahgunakan kewenangannya dengan memakai dana APBD sebelum adanya APBD Perubahan. Tindakan ini melanggar:

Pasal 327 ayat (5) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Akibatnya, perbuatan tersebut tergolong melawan hukum dan menimbulkan kerugian negara.

Kerugian keuangan negara teridentifikasi pada dua aspek:

  1. Penggunaan dana APBD tanpa dasar hukum sebesar Rp18 miliar.
  2. Selisih harga (mark-up) antara harga kontrak dengan harga pasar.

Dugaan Mark-Up dan Modus

Laporan menyebutkan, pengadaan seragam dilakukan dengan harga kontrak Rp140.000–Rp152.000 per potong, sedangkan di pasar Butung harga sebenarnya Rp70.000–Rp80.000 per potong.

Lebih parah lagi, seragam yang dibagikan bukan dari penyedia resmi, melainkan dibeli dari toko Sinar Bahagia dan Toko Firman atas perintah pejabat Dinas Pendidikan.

Orang bernama Roy disebut sebagai pihak yang membeli barang tersebut di pasar.
Selisih harga Rp70.000–Rp80.000 per potong inilah yang dikategorikan sebagai kerugian negara nyata dan pasti, sebagaimana didefinisikan dalam:

UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,
Pasal 1 angka 22 dan Pasal 59 ayat (1).

Dugaan Manipulasi APBD Perubahan

Setelah kasus mencuat, Pemkot Makassar berupaya memasukkan program seragam sekolah gratis ke dalam APBD Perubahan 2025 untuk memberikan legitimasi hukum retroaktif.

Langkah ini justru diduga sebagai bentuk manipulasi anggaran, karena bertujuan membenarkan perbuatan yang sudah terlanjur melanggar hukum.

“Kegiatan yang sudah dilakukan tanpa dasar hukum tetaplah tindak pidana, sekalipun kemudian ‘disahkan’ melalui APBD Perubahan,” tegas Taufik Hidayat.

Kekecewaan terhadap Penegak Hukum Daerah

“Kami sudah menyerahkan laporan ke aparat daerah sejak lama, tapi tidak ada progres. Maka kami naikkan ke KPK agar hukum benar-benar ditegakkan tanpa pandang bulu,” ujar Taufik Hidayat.

“Tidak ada SP2HP, tidak ada penyidikan yang jelas. Ini mencederai semangat keterbukaan hukum,” tambah Illank Radjab, Ketua LASKAR Sulsel.

Kedua lembaga sepakat bahwa korupsi di sektor pendidikan adalah bentuk pengkhianatan terhadap masa depan anak bangsa.

Seruan dan Amanat kepada Presiden RI Prabowo Subianto

Berbagai lembaga sosial masyarakat — Laskar Merah Putih Sulsel, LASKAR Sulsel, dan GEMA LMP Sulsel — telah melapor ke Polda Sulsel, Kejati, Mabes Polri, Kejagung, dan KPK.

Kini, mereka menyerukan agar Presiden Prabowo Subianto menegakkan amanat konstitusi dan pesan antikorupsi yang selama ini beliau sampaikan.

“Kami sudah lakukan bagian kami: melapor, mengumpulkan bukti, dan menyampaikan fakta. Pertanyaan Bapak Presiden tentang komitmen pemberantasan korupsi sudah kami jawab dengan tindakan. Kini, giliran Bapak Presiden RI menindaklanjutinya,” tegas Taufik Hidayat.

Pesan ini sekaligus mengingatkan amanat Presiden Prabowo saat pelantikan:

“Tidak boleh ada yang kebal hukum. Tidak ada tempat bagi koruptor di negeri ini. Bersihkan dirimu sebelum aku bersihkan.”

Publik Menanti Langkah Tegas

Publik kini menunggu langkah nyata dari KPK, Mabes Polri, Kejaksaan Agung, dan Presiden Prabowo Subianto untuk memastikan keadilan ditegakkan.

“Negara tidak boleh dikendalikan oleh mafia anggaran. Pendidikan harus diselamatkan dari tangan-tangan kotor,” pungkas Aru, Ketua GEMA LMP Sulsel.

Kasus seragam sekolah gratis ini menjadi ujian moral dan politik bagi pemerintahan baru: apakah amanat keadilan benar-benar akan ditegakkan, atau kembali dikubur oleh kompromi kekuasaan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *