Salam Waras Pekalongan, Jateng – Jalan utama di Dukuh Grugak, Desa Kalipancur, Kecamatan Bojong, bagaikan wajah nyata pengabaian negara terhadap hak rakyatnya.
Bertahun-tahun dibiarkan rusak parah tanpa perbaikan, akses vital ini bukan hanya menghambat aktivitas ekonomi dan pendidikan, tetapi juga mencederai amanat konstitusi yang mewajibkan pemerintah menghadirkan infrastruktur layak bagi seluruh warga.
Hampir setiap hari, warga melewati jalan penuh lubang dan genangan yang membahayakan pengendara.
Anak sekolah harus ekstra hati-hati agar tidak jatuh, petani kesulitan membawa hasil panen, dan pedagang kehilangan waktu karena terhambat akses.
“Jalan ini urat nadi kehidupan kami. Tapi sudah lama dibiarkan rusak parah. Pemerintah hanya datang saat butuh suara, setelah itu hilang entah ke mana,” ujar seorang tokoh masyarakat dengan nada kecewa.
Seorang ibu rumah tangga menambahkan, janji perbaikan jalan sudah berulang kali diucapkan, terutama saat momen politik.
“Waktu pemilihan bupati 2024 lalu, kami diminta menyebutkan keinginan warga. Jawaban kami sederhana: jalannya diperbaiki. Tapi sampai sekarang masih begini. Janji tinggal janji,” keluhnya.
Catatan warga menunjukkan, masalah jalan Dukuh Grugak pernah dibahas dalam musyawarah dusun (musdus) 2024.
Pemerintah desa kala itu menjanjikan akan memasukkan program perbaikan dalam anggaran tahun 2026. Namun, bagi warga, janji itu terlampau lama dan sama saja dengan mengabaikan kebutuhan mendesak.
“Kalau menunggu 2026, berarti dua tahun lagi kami harus tetap menanggung derita jalan rusak. Apakah kami rakyat kelas dua?” sindir seorang Tokoh Masyarakat
Secara regulasi, hak warga atas jalan layak bukan sekadar aspirasi, melainkan kewajiban hukum pemerintah.
UUD 1945 Pasal 28H ayat (1) menegaskan setiap warga negara berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, termasuk infrastruktur publik yang memadai.
Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Pasal 24, mewajibkan pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota melakukan pemeliharaan jalan agar selalu berfungsi mendukung mobilitas masyarakat.
UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah juga menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur dasar merupakan bagian dari pelayanan wajib pemerintah daerah.
Dengan demikian, pembiaran jalan rusak bertahun-tahun jelas merupakan bentuk kelalaian pemerintah daerah dalam menjalankan amanat konstitusi dan undang-undang.
Warga kini menegaskan, perbaikan jalan tidak bisa lagi ditunda atau dijadikan komoditas politik. Mereka menuntut Pemkab Pekalongan segera mengalokasikan anggaran darurat, bukan menunggu tahun 2026.
“Jangan tunggu korban dulu, baru bergerak. Jalan ini milik rakyat, bukan milik penguasa. Kami butuh bukti nyata, bukan janji kosong,” tegas salah satu warga dengan lantang.