Kades Pulolatong Dituding Abaikan Aturan, Warga Geram: Sertipikat Baru Abaikan Hak Lama

Salam Waras, Aceh — 4 Oktober 2025
Kepala Desa Pulolatong, Kecamatan Babussalam, Kabupaten Aceh Tenggara, dinilai gagal menunjukkan sikap bijak dalam memimpin.

Sejumlah warga mengaku dirugikan akibat kebijakan kepala desa terkait proses jual beli tanah dan rumah di wilayah mereka.

Bacaan Lainnya

Seorang warga berinisial RT menyampaikan rasa kecewanya. Menurutnya, kepala desa telah menandatangani surat perjanjian jual beli tanpa melibatkan masyarakat sekitar dan tanpa pengukuran tanah yang akurat. Tindakan tersebut dinilai berpotensi memicu konflik dan merugikan masyarakat.

“Lebih memprihatinkan lagi, kepala desa mengizinkan penerbitan sertipikat tanah baru dalam waktu singkat tanpa proses pengukuran yang transparan dan partisipatif. Padahal, sudah ada sertipikat tanah sejak tahun 1994 yang dimiliki pemilik asli, namun tidak dipertimbangkan dengan baik,” ujarnya.

Merasa terancam, warga kemudian melaporkan persoalan ini ke Polsek Babussalam dengan harapan aparat segera turun tangan untuk mencegah konflik horizontal yang bisa berujung pertumpahan darah.

Namun, laporan yang diajukan warga justru diabaikan hingga sepuluh hari lamanya tanpa keputusan jelas. Kondisi ini membuat masyarakat semakin kecewa dan merasa diabaikan.

“Ketidakpedulian ini mungkin karena status kami sebagai orang lemah dan miskin,” tambah salah satu warga.

Dasar Hukum yang Diabaikan

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, seorang kepala desa wajib menjalankan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi dalam setiap kebijakan yang menyangkut kepentingan warga.

Selain itu, aturan pertanahan secara tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) serta Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penetapan Hak Tanah.

Dalam regulasi tersebut disebutkan bahwa penerbitan sertipikat tanah harus melalui proses pengukuran, verifikasi, dan klarifikasi hak yang melibatkan pemilik tanah serta masyarakat sekitar.

Jika prosedur ini diabaikan, kebijakan kepala desa maupun pejabat terkait dapat dikategorikan sebagai maladministrasi dan bahkan berpotensi menjadi tindak pidana apabila terbukti merugikan masyarakat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *