Kuat Dugaan Mafian Tanah, Eks Internal PT Aditarina Beberkan Dugaan Rekayasa Dokumen dan Pajak Mangkrak

Salam Waras Makassar – Sengketa lahan seluas ±8,4 hektare di Kampung Mannuruki Indah, Kelurahan Sudiang Raya, Kecamatan Biringkanayya, Kota Makassar, semakin memanas.

Perseteruan antara ahli waris almarhum Haji Taman bin Yambo dan PT Aditarina Lestari bukan lagi sebatas konflik perdata, melainkan menyeret aparat hukum dalam dugaan mafia tanah, manipulasi dokumen, dan kriminalisasi ahli waris.

Riwayat Awal Tanah

Tanah tersebut merupakan warisan almarhum Haji Taman bin Yambo yang jatuh kepada ahli waris sah: Andi Arif, Andi Alfian, dan Andi Hasanuddin HT.

Pada 26 Januari 2023, Andi Alfian, SH menandatangani surat perjanjian kerja sama dengan Drs. Rahyuddin Nur Cegge, MM yang mengatasnamakan PT Aditarina Lestari.

Nilai perjanjian disebut mencapai Rp5 miliar, dengan uang muka Rp50 juta serta pembayaran bertahap sesuai hasil penjualan rumah.

Namun menurut ahli waris, kesepakatan tersebut hanya sebatas wacana dan tidak pernah direalisasikan. Meski begitu, dokumen tetap disahkan oleh Notaris Kamariah Karim, SH, M.Kn melalui No. 2.343/WMK/2023.

Pertanyaan Andi Arif

Andi Arif menuding Rahyuddin tak memiliki dasar hukum kuat dalam mengklaim tanah warisan.

“Dasarnya apa Rahyuddin bisa mengatasnamakan PT Aditarina? Siapa yang kasih surat kuasa? Mana akta resmi dan sertifikat asli yang diakui kelurahan, kecamatan, sampai BPN?” tegasnya.

Menurutnya, tanpa bukti autentik, klaim PT Aditarina hanyalah akal-akalan untuk menguasai lahan peninggalan keluarganya.

Klarifikasi PT Aditarina

Rahyuddin Nur membantah tudingan itu. Ia menegaskan PT Aditarina memiliki dokumen resmi yang diakui kelurahan, kecamatan, dan BPN.

“Jelas ini sumbernya tidak jelas, bahkan cenderung hoaks,” kata Rahyuddin (23/9/2025).

Ia juga membantah adanya tunggakan pajak Rp3 miliar.

“PT Aditarina selalu menyampaikan laporan pajak setiap tahun,” ujarnya.

Rahyuddin menambahkan, pihaknya telah melaporkan dugaan penggelapan hak atas tanah ke Polda Sulsel serta mengajukan pengamanan kegiatan pengukuran BPN ke Polsek Biringkanayya.

Ahli Waris Nilai Ada Rekayasa

Sebaliknya, ahli waris menilai langkah hukum PT Aditarina penuh rekayasa. Bahkan, Andi Arif kini ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan “penggelapan hak atas barang tidak bergerak” (Pasal 385 KUHP).

Kuasa hukumnya, Andi Alfian, menyebut langkah itu sebagai bentuk kriminalisasi:

“Klien kami adalah ahli waris sah dengan bukti kepemilikan yang jelas. Tidak ada perjanjian sah yang mengikat ahli waris secara kolektif. Perjanjian Rp5 miliar itu pun hanya wacana, tidak pernah terealisasi. Dasar klaim PT Aditarina sangat lemah,” ujarnya.

Pengakuan Amir dalam Rekaman Audio

Situasi kian panas setelah Amir, eks internal PT Aditarina, buka suara. Dalam rekaman audio yang diterima redaksi, ia mengungkap dugaan pemalsuan dokumen hingga manipulasi pajak perusahaan.

“Kalahnya itu, waktu di pengadilan itu, semua dipakai fotokopi dan dipalsukan. Nanti menang di pengadilan, baru na munculkan itu aslinya. Begitu korbannya saya nih. Sama Pak Lurah disuruh palsukan itu… ternyata kan menghindari pajak. Begitu menang di pengadilan, muncul semua surat aslinya karena memang na simpan ji,” ungkap Amir.

Lebih jauh, Amir juga menuding PT Aditarina tidak pernah membayar pajak hingga miliaran rupiah:

“PT Aditarina itu pajaknya tidak pernah dia bayar… ada sekitar Rp3 miliar. PT itu sudah disita asetnya, tapi muncul lagi. Kalau kalah di pengadilan, ta bongkar semua aset PT Aditarina itu,” tambahnya.

Laporan ke Propam Polda Sulsel

Merasa diperlakukan tidak adil, pada 24 September 2025, ahli waris—Andi Hasanuddin HT, A. Arif Yanto, dan Andi Alfian—melaporkan kasus ini ke Bidang Propam Polda Sulsel.

Mereka menilai pemanggilan polisi terhadap mereka tidak berdasar dan meminta perlindungan hukum. Tembusan laporan juga dikirim ke Mabes Polri, Kapolda Sulsel, Divpropam Mabes Polri, Irwasda, Kompolnas, hingga Ombudsman RI.

Salah Satu Contoh: Plotting BPN Makassar

Sengketa ini juga menyeret Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar. Pada Kamis (26/9/2024), BPN melakukan plotting di ex Kompleks Graha Persada (kini Kompleks Perumahan Aditarina Lestari), Jl. Manuruki, Daya.

Plotting adalah verifikasi keaslian sertifikat tanah dengan GPS. Proses ini melibatkan penyidik Polda Sulsel, Lurah, Camat, serta jajaran Polres. PT Aditarina mengklaim langkah itu untuk memastikan kepemilikan mereka, namun ahli waris menilai itu sebagai upaya penguasaan sepihak.

Landasan Hukum yang Relevan

  1. UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) – hak milik atas tanah hanya dibuktikan dengan sertifikat sah.
  2. UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri – Polri wajib netral dalam sengketa perdata.
  3. KUHP Pasal 263 – pidana bagi pihak yang membuat/menggunakan dokumen palsu.
  4. KUHP Pasal 385 – penggelapan hak atas barang tidak bergerak.
  5. UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 (Tipikor) – dasar penindakan jika terbukti ada suap.
  6. UU No. 28 Tahun 2007 (KUP) – kewajiban pajak perusahaan.

Ketegasan Aparat dinantikan

Kasus ini kini menjadi sorotan publik karena menyangkut isu sensitif: mafia tanah, manipulasi dokumen, kriminalisasi ahli waris, keterlibatan oknum aparat, hingga dugaan pajak mangkrak miliaran rupiah.

Polrestabes Makassar sebelumnya menyebut kehadiran personel di lokasi pengukuran BPN dilakukan atas permintaan resmi PT Aditarina, bukan untuk membekingi pihak tertentu.

Publik kini menanti sikap tegas aparat hukum agar proses berjalan transparan dan adil, sesuai prinsip kepastian hukum sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar