Sawit Tumbuh Subur di Kubu Raya!, Tabur Benih Korupsi di Hutan Lindung?

Kubu Raya, SalamWaras – Sebidang lahan yang diduga merupakan kawasan hutan lindung di Dusun Mekar Jaya, Desa Dabong, Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat, kini tengah menjadi perhatian masyarakat setelah diketahui telah dialihfungsikan menjadi kebun kelapa sawit yang sudah memasuki masa panen. Informasi ini diperoleh dari seorang warga yang ditemui awak media pada Kamis (8/5).

Beberapa warga setempat mengungkapkan bahwa lahan tersebut dikelola oleh seorang pengusaha lokal berinisial AA, yang disebut-sebut sebagai Andi Ahong. Sebelumnya kawasan ini dikenal sebagai hutan lindung, namun kini telah beralih fungsi menjadi kebun sawit yang aktif. Warga juga mengungkapkan bahwa hasil panen kelapa sawit tersebut diduga telah dinikmati oleh pihak pengelola.

“Sudah lama dikelola, sudah panen juga. Kami heran itu lahan dulunya hutan,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.

Lebih lanjut, warga mencurigai adanya keterlibatan oknum aparat desa dalam proses alih fungsi lahan tersebut. Mereka menduga oknum Kepala Desa Dabong ikut memberikan akses terhadap lahan yang seharusnya dilindungi oleh negara, sehingga memungkinkan terjadinya peralihan fungsi tersebut.

Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pemerintah desa maupun dari pihak yang diduga terlibat. Awak media terus berupaya melakukan konfirmasi dengan Kepala Desa Dabong dan pihak terkait lainnya.

Ancaman Hukum terhadap Praktik Alih Fungsi Lahan Hutan Lindung

Jika terbukti bahwa kawasan tersebut adalah hutan lindung yang dilindungi oleh hukum, maka tindakan pengalihan fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit jelas melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Kehutanan. Menurut Pasal 50 ayat (3) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, setiap orang yang dengan sengaja melakukan alih fungsi kawasan hutan lindung menjadi penggunaan lain yang merusak fungsi ekologisnya, dapat dikenai sanksi pidana dengan ancaman penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

Tidak hanya itu, berdasarkan Pasal 69 UU Kehutanan, pemerintah wajib melaksanakan pengawasan terhadap pemanfaatan hutan lindung untuk memastikan bahwa fungsi ekologisnya tetap terjaga. Alih fungsi yang tidak sah seperti ini berpotensi merusak keseimbangan ekosistem dan berimplikasi buruk bagi lingkungan sekitar, terutama dengan dampak perubahan iklim dan bencana alam yang semakin sering terjadi akibat kerusakan hutan.

Kasus ini menambah panjang daftar dugaan praktik alih fungsi lahan hutan yang melibatkan oknum aparat desa dan pengusaha lokal yang merugikan masyarakat dan alam. Oleh karena itu, penting bagi pihak berwenang untuk segera melakukan penyelidikan lebih lanjut dan memberikan tindakan tegas agar kasus serupa tidak terulang di masa depan.

Tuntut Keadilan dan Penegakan Hukum yang Tegas
Masyarakat setempat berharap agar kasus ini segera mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dan aparat penegak hukum. Hutan lindung bukan hanya milik negara, tetapi juga milik generasi mendatang. Alih fungsi hutan yang tidak sah, apalagi untuk kepentingan pribadi, harus dihentikan dengan tegas demi menjaga kelestarian alam dan keberlanjutan kehidupan masyarakat yang bergantung pada ekosistem hutan.

Pihak berwenang diharapkan tidak hanya berhenti pada pengungkapan kasus ini, tetapi juga memastikan bahwa pelaku kejahatan lingkungan seperti ini dapat diproses hukum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, demi menciptakan keadilan dan keberlanjutan yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat. (Jn98)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *