Salam Waras Makassar – Bukan hanya kesalahan administratif, kasus burung rangkong langka di Balai Karantina Hewan Sulawesi Selatan mengungkap praktik korupsi sistemik yang terselubung rapi di balik birokrasi.
Sepasang burung dilindungi, seharusnya mendapat perlindungan hukum, justru menjadi komoditas ilegal dalam transaksi suap yang terencana.
Tragedi ini bermula dari penolakan pengiriman burung rangkong dari Surabaya karena dokumen karantina yang tak lengkap.
Namun, alih-alih diserahkan ke BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam), burung-burung malang ini diduga menjadi alat pelicin bagi oknum pejabat.
Setelah kehebohan media, burung tersebut dikembalikan, namun kecurigaan publik justru menguat.

Informasi dari sumber internal yang kredibel mengungkap skandal yang lebih besar: burung yang diberikan kepada pejabat bukanlah burung yang sama yang kini berada di Balai Karantina.
Perbedaan mencolok pada ciri fisik (paru-paru, mata, jambul) menunjukkan adanya pergantian bukti yang terencana dan sistematis.
Ini bukan sekadar kelalaian, melainkan persekongkolan jahat untuk menutupi jejak korupsi.Klarifikasi Balai Karantina Sulsel yang mengklaim burung hanya “titipan sementara” karena renovasi, adalah pembohongan publik yang sangat menjijikkan.
UU No. 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, dengan tegas membatasi kewenangan karantina pada pengawasan, bukan pemeliharaan satwa dilindungi.
Memberikan satwa langka kepada pejabat sebagai “cinderamata” adalah tindakan koruptif yang terang-terangan mengabaikan hukum dan etika. Ini adalah bukti nyata penyalahgunaan wewenang dan pengkhianatan terhadap amanah publik.
“Ini bukan lagi dugaan, melainkan bukti kuat mafia konservasi yang beroperasi di dalam instansi pemerintah,” tegas seorang pemerhati satwa.
Berita Acara Serah Terima tanggal 1 Maret 2024, kronologi penolakan dari Surabaya tanggal 29 Februari 2024, dan kesaksian dari sumber internal tentang perbedaan burung, merupakan bukti kuat yang tak terbantahkan.
Aparat penegak hukum harus segera bertindak tegas dan melakukan investigasi menyeluruh untuk mengungkap jaringan korupsi ini hingga ke akar-akarnya. Upaya manipulasi dokumen dan barang bukti akan memperberat hukuman para pelaku.
Kasus ini menjadi aib besar bagi penegakan hukum dan perlindungan satwa langka di Indonesia. Kepercayaan publik terhadap instansi terkait telah hancur lebur.