Salam Waras Makassar – Sengketa tanah yang melibatkan ahli waris almarhum Haji Taman bin Yambo kembali menyeruak dan membuka luka lama dunia peradilan kita.
Melalui ahli warisnya, Andi Arif, kasus ini bukan hanya soal warisan keluarga, melainkan potret telanjang praktik mafia hukum yang bekerja rapi, melibatkan pengacara, lurah, hingga aparat negara.
Andi Arif mempertanyakan kapasitas H. Rahuyddin yang mengaku sebagai penanggung jawab di PT Aditarina Lestari dengan mengantongi dokumen yang disebut resmi dan lengkap.
“Dasarnya apa Rahuyddin bisa mengatasnamakan PT Aditarina Lestari? Siapa yang memberikan surat kuasa? Dari mana sumber akta perusahaan itu? Bagaimana dengan sertifikat asli yang katanya telah diakui kelurahan, kecamatan, hingga BPN?” tegasnya.
Sebagai ahli waris yang sah, Andi Arif menegaskan bahwa tanah tersebut memiliki riwayat kepemilikan jelas dari almarhum Haji Taman bin Yambo.
Hak waris sendiri dilindungi oleh Pasal 832–833 KUHPerdata, yang menegaskan bahwa ahli waris otomatis berhak atas harta peninggalan ketika pewaris meninggal dunia.
Kasus Suap Kehutanan, KKMP Desak KPK Periksa Raja Juli Antoni dan Siti Nurbaya
Namun, anehnya, Andi Arif bersama kuasa hukumnya justru dilaporkan ke pihak kepolisian. Langkah hukum tersebut dianggap janggal karena posisi mereka seharusnya sebagai pihak yang mempertahankan hak waris, bukan pelaku pelanggaran.
Situasi ini semakin memperkuat dugaan adanya praktik mafia tanah yang memanfaatkan celah hukum untuk membalikkan fakta dan melemahkan posisi ahli waris.
“Alih-alih menyelesaikan akar masalah, laporan terhadap kami justru menunjukkan bagaimana mafia hukum bekerja. Ahli waris yang sah malah diperlakukan seolah-olah bersalah, sementara pihak yang meragukan legalitasnya dilindungi,” kata Andi Arif.
Kasus ini menjadi ironi: hak waris yang jelas secara hukum tersisih oleh kekuatan modal, permainan dokumen, dan dukungan oknum aparat.
Praktik seperti inilah yang menurut banyak pengamat telah lama merusak wajah penegakan hukum di Indonesia, khususnya dalam urusan pertanahan.
hal itu pengakuan seperti yang dilangsir Rahyuddin Nur di LUMINASIA.ID, berjudul “PT Aditarina Lestari Klarifikasi Sengketa Tanah, Tegaskan Kepemilikan Sah”
Penanggung jawab PT Aditarina Lestari, Rahyuddin Nur, memberikan klarifikasi terkait isu sengketa tanah yang beredar luas di media sosial maupun sejumlah portal daring.
Saat ditemui di salah satu kafe di Jalan Dg Tata Raya, Makassar, Selasa (23/9/2025) ia menyebut banyak informasi yang tidak jelas sumbernya dan berpotensi menyesatkan publik.
“Jelas, ini penulis sumber tidak jelas. Ini sebenarnya berita hoaks,” tegas Rahyuddin.
Ia menjelaskan, berbagai isu yang menyebut adanya keterlibatan PT Aditarina Lestari dalam perkara pemalsuan dokumen tanah tidak benar.
Menurutnya, kasus pemalsuan akta jual beli (AJB) melibatkan pihak lain, dan saat ini pelaku sudah berstatus tersangka serta masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
“Yang membayar di pengadilan itu bukan pihak Aditarina. Tidak ada izin dari Aditarina untuk mengatasnamakan perusahaan,” jelasnya.
Rahuyddin menegaskan, PT Aditarina Lestari memiliki dokumen resmi yang lengkap, termasuk akta, surat kuasa, hingga sertifikat asli yang telah diakui oleh kelurahan, kecamatan, dan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia juga membantah tuduhan bahwa ada dokumen yang disembunyikan. Menurutnya, surat yang sempat dinyatakan hilang kini sudah ditemukan kembali dalam bentuk asli di Makassar.
“Semua surat resmi ada. Pernah disebut hilang, tapi sekarang sudah ditemukan aslinya di Makassar,” katanya.
Terkait lahan seluas 22 hektar di kawasan Sudiang, Rahyuddin menegaskan bahwa tanah tersebut tidak pernah disita negara, tidak dalam perkara hukum, dan tidak menjadi objek jaminan.
Sertifikat tanah itu sebelumnya terdaftar atas nama PT Aditarina Lestari dan saat proses penyidikan dari kepolisian juga didampingi langsung oleh BPN.
“Dulu sertifikat atas nama Aditarina. Saat penyidikan, sertifikat dari BPN juga sudah ditempatkan sesuai aturan,” ungkapnya.
Ia juga membantah kabar bahwa PT Aditarina Lestari memiliki tunggakan pajak sebesar Rp3 miliar.
“Terkait tudingan menunggak pajak tidak benar karena PT Aditarina selalu menyampaikan laporan pajak setiap tahun,” tegas Rahyuddin.
Selain itu, ia menambahkan bahwa telah ada laporan resmi ke Polda Sulsel terkait dugaan penggelapan hak atas tanah tersebut, serta surat laporan pengamanan ke Polsek setempat.
Menurutnya, semua proses hukum dan keterlibatan aparat dilakukan melalui jalur resmi dan prosedur yang sah.
“Adapun kehadiran aparat, saya menyurat resmi ke Polsek wilayah hukum Polsek Biringkanaya dan ada surat perintah resmi saya juga selaku perwakilan PT Aditarina,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, ia juga menanggapi klaim sebagian pihak yang menyebut tanah tersebut merupakan warisan pribadi. Menurut Rahyuddin, dalam perkara tanah, bukti yang sah harus ditunjukkan dengan dokumen legal, bukan alasan di luar itu.
“Kalau orang berperkara tanah, yang dibawa adalah bukti sah berupa akta dan sertifikat, bukan hal lain,” jelasnya.
Rahuyddin menegaskan bahwa langkah hukum yang ditempuh adalah upaya untuk memperjelas status kepemilikan PT Aditarina Lestari.
Dengan membawa sembilan akta jual beli serta sembilan sertifikat asli yang semuanya sudah diverifikasi oleh BPN, ia ingin memastikan posisi hukum perusahaan jelas dan tidak diperdebatkan.
“Intinya, saya hanya ingin memperjelas status kepemilikan PT Aditarina lewat jalur hukum. Saya punya sertifikat, surat resmi, dan surat kuasa. Itu hak kepemilikan perdata,” tutup Rahyuddin.
Lebih lanjut, ia berharap laporan yang saat ini ditangani di Polda Sulsel bisa segera tuntas. Dengan begitu, permasalahan tidak berlarut-larut dan status kepemilikan PT Aditarina Lestari semakin jelas
1 Komentar