Tangerang Selatan, SALAM WARAS — Koalisi Kawal Merah Putih (KKMP) mendesak pemerintah pusat, khususnya Kementerian Dalam Negeri dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), untuk melakukan audit independen terhadap laporan keuangan Pemerintah Kota Tangerang Selatan (Pemkot Tangsel).
Desakan ini muncul di tengah sorotan publik atas sejumlah polemik yang menimpa kepemimpinan Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, mulai dari predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dugaan korupsi proyek pengelolaan sampah senilai Rp21 miliar, hingga isu Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dinilai janggal.
Ketua Presidium KKMP, Joko Priyoski, menilai bahwa capaian WTP ke-13 kali berturut-turut pada Mei 2025 justru menyimpan tanda tanya besar.
“Bagaimana mungkin Pemkot mendapat WTP terus-menerus, tapi uang rakyat dalam proyek sampah justru dikorupsi miliaran rupiah? Ini kontradiksi yang mencederai akal sehat publik,” tegas Joko dalam pernyataannya, Senin (6/10).
Menurutnya, Laporan Keuangan Pemkot Tangsel 2024 tidak mencerminkan prioritas kepentingan masyarakat dan bertentangan dengan Instruksi Presiden Prabowo Subianto yang menekankan efisiensi anggaran serta keberpihakan pada rakyat.
“Pola penggunaan anggaran yang sarat pemborosan mencerminkan lemahnya pengawasan dan potensi penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat daerah,” tambahnya.
KKMP meminta Mendagri dan KPK membentuk tim investigasi independen untuk mengaudit secara terbuka penggunaan anggaran daerah serta menelusuri dugaan penyimpangan di balik kasus korupsi sampah Tangsel.
Empat Isu Berkelindan: WTP, Korupsi Sampah, LHKPN, dan Krisis Kepercayaan Publik
Ramadhan Isa, mantan aktivis UIN Jakarta sekaligus Presidium KKMP, menilai empat isu besar yang menyelimuti Benyamin Davnie berpotensi menimbulkan krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.
“WTP yang terus-menerus, kasus korupsi sampah, laporan keuangan yang boros, serta isu LHKPN yang tak transparan — semuanya membentuk disonansi publik. Warga merasa uang mereka dikorupsi, tapi pejabat malah sibuk berprestasi secara administratif,” ujarnya.
Ia menilai kepemimpinan Benyamin Davnie gagal mengawasi bawahan dan berpotensi memunculkan persepsi publik yang tajam:
“WTP hanya kertas, tapi realitanya korupsi.”
Disonansi Simbolik: Antara WTP dan Fakta Korupsi
KKMP menyoroti kejanggalan sistemik di balik predikat WTP yang seolah menjadi tameng administratif di tengah fakta korupsi nyata. Dalam kasus korupsi sampah di Tangsel, negara dirugikan Rp21,68 miliar dari total kontrak Rp75,9 miliar (tahun 2024), dengan dugaan rekayasa kerja sama menggunakan perusahaan tidak kompeten. Akibatnya, selain kerugian keuangan negara, warga Tangsel juga menanggung dampak penurunan kualitas layanan sampah.
Joko Priyoski menegaskan,
“Penegakan hukum tidak boleh berhenti di level ASN atau Kepala Dinas. KPK harus berani menelusuri lebih dalam — siapa pun pejabat yang terlibat, termasuk jika ada indikasi keterlibatan pimpinan daerah.”
Ia menutup pernyataannya dengan seruan moral:
“Fiat Justitia Ruat Caelum — Hendaklah keadilan ditegakkan sekalipun langit runtuh.”
Reporter: Tim Salam Waras