PALEMBANG — Drama penangkapan dua jaksa gadungan yang sempat meresahkan masyarakat Sumatera Selatan akhirnya terbongkar. Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) resmi menetapkan dua orang tersangka berinisial BA dan EF.
Ironisnya, salah satu pelaku diketahui merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) aktif di Pemerintah Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung.
Penangkapan keduanya dilakukan oleh tim Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ilir (OKI) pada Senin (6/10/2025) sekitar pukul 13.30 WIB di sebuah rumah makan di kawasan Kayu Agung.
Saat itu, BA tampil percaya diri mengenakan atribut lengkap Kejaksaan dan memperkenalkan diri sebagai Jaksa dari Kejaksaan Agung RI. Ia menawarkan “bantuan penyelesaian” bagi pihak-pihak yang tersangkut perkara tindak pidana korupsi.
Namun kepura-puraan itu tak berlangsung lama. Setelah dilakukan pemeriksaan intensif di Kejati Sumsel, terbukti bahwa BA bukanlah Jaksa, melainkan PNS di Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB) Kabupaten Way Kanan dengan golongan 3D.
“Yang bersangkutan bersama rekannya EF berpura-pura sebagai aparat penegak hukum untuk memperoleh keuntungan. Atribut dan pengakuan mereka digunakan untuk menipu serta mencemari nama baik institusi Kejaksaan,” ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, S.H., M.H., dalam keterangan resmi, Selasa (7/10/2025).
Berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-20/L.6/Fd.2/10/2025, penyidik menetapkan BA dan EF sebagai tersangka dengan surat keputusan masing-masing TAP-21 dan TAP-22/L.6.5/Fd.2/10/2025. Keduanya kini ditahan selama 20 hari di Rutan Kelas I Palembang, terhitung 7 hingga 26 Oktober 2025.
Perbuatan para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Hingga kini, penyidik telah memeriksa sedikitnya lima orang saksi.
Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat agar tidak mudah percaya terhadap pihak yang mengaku aparat penegak hukum, terutama ketika menjanjikan penyelesaian perkara di luar jalur resmi.
“Institusi Kejaksaan tidak mentolerir siapa pun yang mengatasnamakan lembaga demi keuntungan pribadi. Kami akan menindak tegas semua bentuk penyalahgunaan simbol dan atribut Kejaksaan,” tegas Vanny.