Pontianak, SalamWaras – Bayang-bayang mafia tanah kembali menghantui Kalimantan Barat. Bukan sekadar sengketa lahan biasa, praktik ini telah menjelma menjadi kejahatan terorganisir yang merugikan negara dan rakyat.
Seluruh 14 kabupaten/kota di provinsi ini terdampak, dengan modus operandi yang semakin canggih dan terstruktur.
Data yang dikumpulkan menunjukkan lebih dari 50 kasus tumpang tindih Sertifikat Hak Milik (SHM) telah dilaporkan.
Praktik pemalsuan dokumen, manipulasi data pertanahan, dan kolusi melibatkan oknum notaris, pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN), hingga perangkat desa. Kerugian negara ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah.
Dr. Herman Hofi Munawar, pengamat kebijakan publik dan Direktur Herman Hofi Law, menyebut situasi ini telah mencapai titik darurat.
“Ini bukan lagi masalah administratif, melainkan kejahatan struktural yang sistematis,” tegasnya.
Ia menyoroti fakta pilu: warga yang menggarap tanah selama puluhan tahun kini tergusur, bahkan menjadi buruh di lahan mereka sendiri yang kini dikuasai korporasi atau individu yang memiliki SHM hasil manipulasi.
Tim anti-mafia tanah yang dibentuk Polda dan Kejati Kalbar dinilai belum efektif. Hingga kini, belum ada vonis inkrah terhadap pelaku jaringan utama.
Dr. Herman mendesak keberanian politik dan hukum untuk membongkar jaringan ini hingga ke akarnya. “Langkah simbolik tak cukup. Kita perlu tindakan nyata untuk mengembalikan hak-hak rakyat yang telah dirampas,” serunya.
Ketidakpastian hukum atas tanah ini tak hanya menimbulkan trauma sosial dan ekonomi, tetapi juga menghambat investasi dan pembangunan di Kalimantan Barat.
Dr. Herman memperingatkan, jika dibiarkan, mafia tanah akan terus menggerogoti sendi-sendi pembangunan dan memperlebar jurang kemiskinan.
Ia menyerukan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan lembaga pertanahan untuk bersatu membongkar jaringan mafia tanah dan mengembalikan keadilan bagi rakyat Kalimantan Barat.
Sumber: Dr. Herman Hofi Munawar – Pengamat Publik & Direktur Herman Hofi Law