SALAM WARAS SINJAI – Peringatan Hari Batik Nasional (2 Oktober) yang seharusnya menjadi momen kebanggaan bangsa, berubah muram di Kabupaten Sinjai.
Kasus dugaan pungutan liar (pungli) pengadaan kain batik ASN menyeret nama keluarga pejabat teras Pemkab Sinjai, termasuk Sekretaris Daerah (Sekda) Sinjai, A. Jefrianto Asapa.
Pada Jumat (3/10/2025), Rini Jefrianto Asapa—mantan Ketua Dekranasda Sinjai sekaligus istri Sekda—menjalani pemeriksaan marathon selama enam jam di Unit Tipidkor Satreskrim Polres Sinjai.
Rini keluar dari ruang penyidik dengan wajah lesu. Sementara sang suami, A. Jefrianto Asapa, yang menunggu sejak awal pemeriksaan, tampak lemah hingga harus dipapah istrinya. Adegan dramatis itu sontak menyita perhatian awak media yang sejak siang memantau jalannya pemeriksaan.
Kasus ini mencuat dari kewajiban ASN membeli kain batik dengan harga Rp350 ribu per lembar. Kebijakan itu menimbulkan keresahan luas karena dinilai membebani pegawai dan sarat dengan dugaan praktik pungli.
Kanit Tipidkor Polres Sinjai, Ipda Sudirman, menegaskan penyelidikan tidak akan berhenti.
“Kasusnya tetap berjalan. Jika dalam penyidikan ditemukan unsur tindak pidana, tentu akan kami tindak tegas,” ujarnya.
Aktivis antikorupsi asal Sinjai, Abas, menilai kasus ini bukan perkara biasa.
“Hari Batik yang seharusnya menjadi simbol persatuan bangsa malah ternodai praktik dugaan pungli. Ini jelas melukai rasa keadilan, apalagi melibatkan keluarga pejabat strategis. Polisi jangan tebang pilih, harus serius menuntaskan kasus ini,” tegasnya.
UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12 huruf e: ancaman pidana 4–20 tahun penjara.
Pasal 368 KUHP tentang pemerasan: ancaman pidana penjara hingga 9 tahun.
Kasus ini kini menjadi sorotan tajam publik. Ironi tak terelakkan: batik yang semestinya menjadi simbol persatuan dan kebanggaan bangsa, justru menyeret nama pejabat Sinjai ke pusaran dugaan korupsi.