Supendi Minta Drainase di Batas Timbunan Rawa Jangan Ditutup

Salam Waras Belinyu – Supendi, SH, atau yang akrab disapa Bang Aliung, akhirnya angkat bicara terkait polemik penimbunan drainase (saluran air) oleh Afuk alias Rahardja Pantja yang berbatasan langsung dengan kediamannya. Persoalan ini sempat memicu ketegangan di lapangan pada Jumat (19/09/2025).

Menurut Bang Aliung, masalah bermula ketika Afuk memerintahkan operator alat berat untuk menimbun saluran air yang selama belasan tahun menjadi batas alami antara lahan miliknya dengan lokasi Afuk.

Bacaan Lainnya

“Sejak awal Juni 2025, saya sudah sampaikan keberatan. Waktu itu, pihak BPN Bangka datang untuk meminta syarat penerbitan sertifikat atas nama Afuk. Saya hadir bersama RT dan Kadus. Karena belum ada perubahan sketsa bidang setelah penataan, saya menolak menandatangani berkas, hanya tanda tangan daftar hadir saja,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa penimbunan drainase itu bukan hanya merugikan dirinya, tetapi juga masyarakat sekitar.
“Saluran air itu berfungsi sebagai jalur serapan. Kalau ditimbun, saat musim hujan air pasti meluap ke bahu jalan raya dan bisa menyebabkan banjir di kawasan sekitar Gerbang Selamat Datang. Ini bukan hanya soal saya pribadi, tapi menyangkut kepentingan umum,” tegasnya.

Bang Aliung juga membantah framing yang menyebut dirinya melakukan penyerobotan lahan atau bertindak arogan.
“Saya hanya meminta agar drainase tidak ditutup. Jangan sampai masyarakat salah paham. Saya bagian dari masyarakat juga, kebetulan saja menjabat anggota DPRD. Selama ini saya selalu bantu orang tanpa pamrih, bahkan jauh sebelum jadi dewan,” ujarnya.

Dikenal sebagai tokoh masyarakat Belinyu yang dermawan, Supendi juga dikenal tegas jika menyangkut kepentingan banyak orang.
“Saya tidak pernah mau menyulitkan orang lain. Tapi kalau ada kebijakan atau tindakan yang bisa merugikan masyarakat banyak, saya harus bicara,” tambahnya.

Landasan Hukum

Tindakan menimbun saluran air yang berpotensi mengganggu tata ruang dan fungsi lingkungan hidup dapat bertentangan dengan sejumlah regulasi, di antaranya:

UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 61 huruf c, yang mewajibkan setiap orang memelihara prasarana dan sarana lingkungan, termasuk drainase.

UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 69 ayat (1) huruf h, yang melarang perbuatan mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup.

Peraturan Menteri PUPR No. 12 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Sistem Drainase Perkotaan, yang menegaskan bahwa drainase merupakan infrastruktur publik yang tidak boleh dialihfungsikan secara sepihak karena berfungsi mencegah banjir dan menjaga keseimbangan ekosistem.

Dengan demikian, apa yang disuarakan Bang Aliung bukanlah kepentingan pribadi semata, melainkan bentuk kepatuhan terhadap aturan hukum serta perlindungan terhadap kepentingan masyarakat luas.

Hingga berita ini diturunkan, awak media masih berupaya mengkonfirmasi pihak BPN Sungailiat Bangka terkait proses penerbitan surat sertifikat di lokasi rawa tersebut serta menelusuri lebih lanjut ke pihak-pihak terkait.

(@ns)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *