Kejari Sinjai Mandul di Balik Dua Tower Ilegal!, Pemkab: Tegas ke Pedagang, Lunak ke Pemodal?

Salam Waras, Sinjai – Suasana Pasar Sentral Sinjai, Rabu (8/10/2025), tampak berbeda. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sinjai bergerak cepat menata lapak-lapak pedagang yang dianggap mengganggu ketertiban umum.

Tim gabungan dari Satpol PP, Damkar, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, DLHK, Dinas Perhubungan, hingga aparat kepolisian dan kejaksaan ikut turun langsung ke lapangan.

Bacaan Lainnya

Langkah tegas itu menuai pujian. Namun di balik ketertiban yang diupayakan Pemkab terhadap pedagang kecil, muncul ironi besar: dua tower telekomunikasi ilegal di Sinjai yang sudah direkomendasikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Sinjai untuk dibongkar sejak 2021, hingga kini masih berdiri megah tanpa tindakan nyata.

Rekomendasi yang Mandek di Meja Hukum

Empat tahun silam, Kejari Sinjai melalui Kepala Seksi Intel, Helmy Hidayat, mengungkap hasil penyelidikan terhadap empat pembangunan tower di wilayah Sinjai: Kelurahan Lappa, Bulo-Bulo Barat, Sultan Isma, dan Desa Tongke-Tongke.

Hasil penyelidikan menemukan dua tower—di Lappa dan Bulo-Bulo Barat—dibangun tanpa izin resmi.

“Dua titik itu tidak memiliki izin karena Dinas PUPR tidak mengeluarkan rekomendasi. Lokasinya tidak masuk dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR),” jelas Helmy kala itu.

Kejari kemudian merekomendasikan pembongkaran karena melanggar Pasal 182 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

Namun rekomendasi itu berhenti di atas meja birokrasi. Dua menara ilegal masih menjulang di langit Sinjai — simbol betapa hukum bisa kehilangan taring di hadapan kepentingan modal.

Tegas ke Pedagang, Lunak ke Pemodal?

Ironis. Di saat pedagang kecil diminta membongkar lapaknya sendiri demi “ketertiban dan keindahan kota”, dua tower baja tanpa izin justru aman dari penertiban.

“Pedagang ini bukan kriminal, mereka hanya mencari nafkah. Tapi lapaknya dibongkar tanpa solusi ke mana mereka harus pindah,” ujar salah satu warga Sinjai dengan nada kecewa.

Bagi para pedagang kecil, lapak itu bukan sekadar tempat berdagang — itu sumber penghidupan keluarga.

Mereka berharap pemerintah hadir bukan hanya sebagai penertib, tetapi juga sebagai pelindung dan pemberi solusi.

Sesuai Pasal 34 ayat (1) UUD 1945, negara memiliki tanggung jawab untuk memelihara fakir miskin dan anak terlantar, yang dalam konteks modern juga berarti memastikan kebijakan publik tidak menyingkirkan rakyat kecil dari ruang hidup ekonominya.

Di Mana Taring Kejari dan Tanggung Jawab Pemkab Sinjai?

Pertanyaan kini menggantung di benak publik:
Mengapa dua tower ilegal yang jelas melanggar hukum tetap dibiarkan berdiri?
Mengapa yang ditegakkan hanya ketertiban, tapi bukan keadilan?

Kejari Sinjai dituding kehilangan daya dorong dalam menegakkan supremasi hukum, sementara Pemkab Sinjai dinilai tebang pilih dalam menjalankan aturan.

Keadilan tidak boleh berhenti di teks undang-undang — ia harus hidup dalam tindakan dan kebijakan publik yang berpihak pada rakyat kecil.

Keadilan yang Hilang di Tengah Ketertiban

Langkah Pemkab Sinjai menata pasar memang perlu diapresiasi, namun akan kehilangan makna jika tak diiringi dengan rasa kemanusiaan dan keadilan sosial.

Menertibkan pedagang tanpa menyiapkan solusi relokasi atau dukungan ekonomi sama saja dengan menghapus ruang hidup masyarakat miskin.

Sementara itu, membiarkan dua tower ilegal tetap berdiri jelas mencederai prinsip hukum dan asas kesetaraan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, bahwa “segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum itu dengan tidak ada kecualinya.”

Penegakan hukum yang berkeadilan tidak hanya mengatur tentang benar dan salah, tapi juga tentang keberpihakan pada kebenaran moral dan rasa kemanusiaan.

Ketika rakyat kecil dibongkar lapaknya tanpa arah, sementara dua tower ilegal tetap tegak tanpa tindakan, maka yang perlu ditata ulang bukan hanya pasar — tetapi juga nurani dan keberanian para penegak hukum serta pemangku kebijakan.

Karena sejatinya, hukum yang tidak menghadirkan keadilan bagi rakyat kecil hanyalah bayangan dari kekuasaan yang kehilangan moralnya.

— Laporan Redaksi Salam Waras, Sinjai

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *