Salam Waras Sinjai – Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Sinjai terkait Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) menuai sorotan.
Menanggapi polemik ini, Ketua DPRD Kabupaten Sinjai, Andi Jusman ST, menyatakan siap menindaklanjuti aspirasi masyarakat.
“Kami siap, apanamanya itu, menyampaikan kepada pemerintah daerah dalam hal ini Bupati melakukan evaluasi terkait PBB-P2 ini,” tegas Jusman.
Ditempat yang sama, pernyataan Bupati Sinjai Hj. Ratnawati Arif yang menegaskan tidak ada kenaikan PBB-P2 tahun 2025 dianggap bertolak belakang dengan fakta di lapangan. Minggu (07/09/2025)
Penegasan itu disampaikan Ratnawati langsung di hadapan massa aksi dari Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Sinjai saat menggelar demonstrasi menolak isu kenaikan pajak daerah, Senin (1/9/2025).
“Saya menegaskan tidak ada kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Sinjai pada tahun 2025,” ucap Ratnawati lantang di hadapan demonstran.
Namun, realitas di lapangan menunjukkan hal berbeda. Banyak warga mengaku tagihan PBB mereka justru melonjak drastis.
Rakyat Menjerit, Fakta Berbanding Terbalik
Seorang warga, Andi Bahrunsuam Arung, mengungkapkan kekecewaannya.
“Dulu saya bayar Rp300 ribu, sekarang lebih Rp600 ribu. Bagaimana mi itu? Katanya tidak naik, faktanya malah dobel,” keluhnya dengan nada kesal melalui aku fecebooknya
Kenaikan beban pajak ini membuat rakyat kecil, terutama petani dan pedagang, semakin tertekan.
“Kalau pemimpin bilang tidak naik, tapi faktanya naik, berarti rakyat sudah dibohongi. Ini sama saja mengkhianati kepercayaan publik,” kata seorang tokoh masyarakat Sinjai.
Dasar Hukum
UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah: Pemda berwenang mengatur PBB-P2, tapi harus memperhatikan asas keadilan serta kemampuan masyarakat.
Pasal 3 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah: Kepala daerah wajib menjalankan pemerintahan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.
Pasal 33 UUD 1945: Bumi dan kekayaan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Jika kebijakan pajak justru membebani rakyat kecil, maka hal itu bertentangan dengan amanat undang-undang dan konstitusi.
Klarifikasi Resmi Pemkab Sinjai
Menjawab keresahan publik, Kepala Bapenda Sinjai Asdar Amal Dharmawan menegaskan bahwa tarif PBB tidak mengalami kenaikan.
“Aslinya tarif PBB tetap. Yang disesuaikan hanyalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bangunan, sementara NJOP tanah masih sama sejak 2014,” jelasnya.
Ia mencontohkan, harga semen yang dalam sistem lama Rp30.000 kini disesuaikan menjadi Rp45.000. Selain itu, Pemkab menetapkan PBB minimal Rp20.000, naik dari sebelumnya Rp10.000, untuk menutupi biaya administrasi dan layanan.
Kebijakan ini, kata Asdar, sudah dikonsultasikan dengan KPP Pratama Bulukumba dan sejalan dengan daerah lain di Sulawesi Selatan seperti Bulukumba, Bantaeng, dan Bone.
“Hingga saat ini lebih dari 21 ribu wajib pajak sudah melunasi PBB minimal Rp20.000, dengan penerimaan lebih dari Rp436 juta,” tambahnya.
Ujian Kepemimpinan Bupati Sinjai
Meski Pemkab memberi klarifikasi, kontradiksi antara ucapan Bupati dan fakta di lapangan tetap menjadi sorotan publik.
Presiden Prabowo Subianto berkali-kali menekankan pentingnya konsistensi dan kejujuran pemimpin daerah.
“Bagaimana daerah mau maju kalau pemimpinnya pandai berjanji tapi tidak menepati? Rakyat butuh bukti, bukan kata-kata manis,” ujar aktivis Sinjai.
Lonjakan PBB di Sinjai bukan sekadar persoalan angka, melainkan menyangkut kepercayaan rakyat terhadap pemerintah daerah.
Pernyataan Bupati yang menyebut tidak ada kenaikan, sementara fakta menunjukkan beban rakyat bertambah, kini menjadi batu ujian kepemimpinan di Bumi Panrita Kitta. (*)
1 Komentar