Berau, Kalimantan Timur — Sebuah perselisihan hukum terkait dugaan penjualan aset properti tanpa izin resmi mengguncang Kabupaten Berau. Kasus ini menyoroti potensi pelanggaran serius atas akta otentik dan keterlibatan seorang notaris yang diduga turut memproses balik nama secara sepihak.
Eka, pemilik sah rumah di Jalan Murjani, Gang Bhayangkara, melaporkan bahwa mantan istrinya diduga menjual rumah tersebut tanpa sepengetahuannya. Rumah yang ia bangun di atas tanah yang dibeli dari Ustadz IDM itu kini diketahui telah berpindah tangan kepada pembeli berinisial H.M.
Ketika kembali ke Berau pada Oktober 2025 setelah berbisnis di luar kota, Eka mendapati rumah yang ia siapkan untuk masa depan anak-anaknya telah kosong dan berpemilik baru. Ia mengaku tidak pernah menandatangani surat kuasa atau memberikan izin balik nama apapun.
Merasa dirugikan, Eka menelusuri proses transaksi hingga ke Kantor Notaris FHM di Jalan Kartini, tempat akta jual-beli diduga dibuat. Pada Senin, 13 Oktober 2025, ia mendatangi kantor tersebut untuk meminta salinan berkas, namun permintaannya ditolak.
“Alasan penolakan Notaris FHM adalah bahwa data tersebut ‘rahasia atau data negara’, dan hanya dapat diperlihatkan atas permintaan resmi dari Kepolisian atau Pengadilan,” ungkap Eka kepada media.
Notaris FHM, saat dikonfirmasi, menyatakan bahwa seluruh dokumen telah sesuai prosedur dan menyebut “ada semua di dalam berkas”, termasuk dasar hukum serta tanda tangan persetujuan Eka. Namun, ia tetap menyarankan agar permintaan data diajukan secara resmi melalui lembaga penegak hukum.
Eka membantah keras klaim tersebut. Ia menegaskan tidak pernah menandatangani atau mengetahui adanya proses balik nama. Ia juga menolak undangan mediasi sepihak yang hanya dihadiri mantan istrinya.
“Lebih baik saya tidak datang (mediasi) kalau tidak lengkap pihaknya. Saya ingin semuanya hadir—termasuk pembeli dan notaris—agar kebenaran terungkap,” tegas Eka.
Seorang pengamat hukum yang dimintai pandangan menyebut tindakan balik nama tanpa persetujuan pemilik sah dapat digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum.
“Akta balik nama yang dibuat tanpa persetujuan pemilik sah adalah batal demi hukum. Akta tersebut tidak memiliki kekuatan hukum sama sekali,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, jika terbukti ada pembuatan akta otentik dengan data atau keterangan palsu, maka pihak-pihak yang terlibat dapat dijerat pidana Pasal 378 KUHP (Penipuan) serta Pasal 263 dan 264 KUHP (Pemalsuan Surat dan Akta Otentik).
Dengan akses terhadap dokumen penting masih tertutup, Eka disarankan untuk segera menempuh dua jalur hukum sekaligus—perdata untuk pembatalan akta, dan pidana untuk menuntut pertanggungjawaban pihak yang diduga melakukan manipulasi hukum.
Kasus ini menjadi sorotan publik Berau, mencerminkan rapuhnya perlindungan hukum bagi kepemilikan aset pribadi dan pentingnya integritas pejabat publik, khususnya notaris, dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.