Salam Waras Manado – Bara perlawanan rakyat Sulawesi Utara kian menyala. Para pegiat Anti Mafia Tanah yang mendapat kuasa dari ahli waris tanah, Sonny Nelson Woba, menyatakan siap melakukan aksi ekstrem dengan menduduki dan menutup Bandar Udara Sam Ratulangi Manado serta Gedung Keuangan Negara Kota Manado.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh penanggung jawab aksi, yang menegaskan bahwa langkah ini ditempuh sebagai bentuk keputusasaan atas pengabaian negara terhadap putusan pengadilan yang sudah inkrah dan Surat Perintah Membayar (SPM) dari Mensekneg RI yang hingga kini tidak dijalankan.
Ultimatum Aksi
Dalam surat pemberitahuan resmi yang telah dilayangkan ke Polda Sulawesi Utara, massa mengancam akan membawa 2 unit dump truck bermuatan batu gunung dan 1 unit ekskavator untuk diterjunkan ke pintu masuk dan keluar bandara, bahkan sampai ke landasan pacu.
“Kami sudah terlalu banyak menerima janji dusta dan kebohongan. Sampai sekarang, pihak Bandara Sam Ratulangi dan Gedung Keuangan Negara Manado tidak menunjukkan niat baik membayar hak ahli waris. Kalau negara terus mengabaikan putusan inkrah, maka jangan salahkan rakyat turun dengan cara seperti ini,” tegas penanggung jawab aksi.
Dasar Hukum yang Diabaikan
- Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 – Indonesia adalah negara hukum.
- Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 – Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil.
- Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 – Putusan pengadilan bersifat final dan mengikat (inkrah).
- UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 35 – Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap wajib dilaksanakan.
- UU No. 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Pasal 116 ayat (1) – Apabila pejabat tidak melaksanakan putusan inkrah, maka bisa dimohonkan eksekusi paksa.
- Putusan Pengadilan yang sudah inkrah (nomor perkara terkait) – menjadi dasar hukum klaim ganti rugi tanah ahli waris.
- Surat Perintah Membayar (SPM) dari Menteri Sekretaris Negara RI – sebagai instrumen administratif yang memerintahkan pembayaran ganti rugi, namun diabaikan oleh pihak terkait.
Dengan pengabaian ini, pemerintah daerah dan pengelola bandara dianggap melawan hukum, sekaligus berpotensi melanggar Pasal 421 KUHP (penyalahgunaan kewenangan yang merugikan rakyat).
Hukum Diabaikan, Presiden Didamba
Massa menilai sikap bandara dan kantor keuangan telah mencederai prinsip negara hukum. Pengabaian ini, menurut mereka, bukan hanya pelecehan hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap amanat Presiden Prabowo Subianto yang berulang kali menegaskan perang melawan mafia tanah.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menegaskan:
“Negara tidak boleh kalah oleh mafia tanah. Saya tidak akan kompromi dengan siapa pun yang merampas hak rakyat.”
Namun, SPM dari Mensekneg RI yang memerintahkan pembayaran ganti rugi justru diabaikan.
Tuntutan Tegas
- Mendesak Presiden RI Prabowo Subianto untuk turun tangan langsung menyelesaikan kasus ini.
- Menuntut pembayaran segera ganti rugi tanah ahli waris sesuai amar putusan dan SPM.
- Mengancam aksi besar-besaran menduduki bandara dan kantor keuangan bila tuntutan tidak dipenuhi.
Akhir Kata
Konflik tanah yang berlarut-larut ini memperlihatkan wajah buram hukum di Indonesia: putusan inkrah yang seharusnya final dan mengikat, justru diperlakukan seperti kertas kosong.
Kini, bola panas ada di tangan Presiden Prabowo Subianto. Jika negara terus membiarkan mafia tanah bercokol, rakyat sendiri yang akan turun dengan cara mereka: mengunci nadi transportasi udara Sulawesi Utara di Bandara Sam Ratulangi.
1 Komentar