Salam Waras Sinjai, Sulsel — Ironi keadilan ekonomi kembali menyeruak di Bumi Panrita Kitta. Minggu (25/06/2025)
Seorang nasabah Bank BRI Unit Samataring, Kabupaten Sinjai, mengaku diperlakukan secara tidak manusiawi oleh oknum petugas berinisial AS saat proses penagihan Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Nasabah tersebut menilai, cara-cara intimidatif dan menakut-nakuti itu mencoreng semangat pelayanan publik yang selama ini diagungkan BRI lewat tagline-nya: “Melayani Dengan Setulus Hati.”
“Negara pun berutang untuk membangun. Utang bukan aib. Tapi rakyat kecil yang telat bayar angsuran langsung diancam dan diteror. Padahal kalau negara atau pemerintah menunda pembayaran utang, tidak ada ancaman, tidak ada pelelangan,” tutur JM melalui anaknya dan diketahui warga Baraya, Sinjai Timur.
JM menegaskan, utang bukan hanya dimiliki negara — tapi juga Pemerintah Kabupaten Sinjai yang kini menanggung pinjaman daerah bernilai besar.
“Aneh tapi nyata, pemerintah yang berutang, tapi rakyat yang membayar lewat pajak. Lalu, ketika rakyat sendiri berutang untuk bertahan hidup, justru mereka ditekan seolah pelaku kejahatan,” tegasnya.
Ia mengingatkan, utang negara maupun daerah pada akhirnya ditanggung rakyat melalui pajak, potongan subsidi, dan sumber daya alam yang dikuasai negara.
“Rakyat diperas dua kali: membayar utang negara, sekaligus dikejar karena utangnya sendiri,” tambahnya getir.
Dasar Hukum dan Perlindungan Nasabah
JM menilai perilaku oknum petugas bank itu tidak hanya mencederai kemanusiaan, tetapi juga melanggar amanat konstitusi dan regulasi perbankan nasional.
Beberapa dasar hukum yang relevan:
UUD 1945 Pasal 33 ayat (4): kegiatan ekonomi wajib berasaskan keadilan dan kemanusiaan.
UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan: bank wajib menjaga kepercayaan dan kepentingan nasabah.
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen: nasabah berhak atas kenyamanan, keamanan, dan kejujuran informasi.
POJK No. 1/POJK.07/2013 & SEOJK No. 17/SEOJK.07/2014: pelaku jasa keuangan dilarang melakukan penagihan dengan ancaman atau tekanan.
KUH Perdata Pasal 1338 ayat (3): setiap perjanjian wajib dilaksanakan dengan itikad baik.
Tuntutan dan Harapan
Nasabah meminta Pimpinan BRI Unit Samataring menindak tegas petugas bersikap intimidatif dan memastikan seluruh proses penagihan berjalan sesuai etika pelayanan perbankan dan regulasi OJK.
“Kami bukan menolak kewajiban. Kami hanya ingin dihargai. Jangan rakyat kecil ditekan seolah tidak punya hak. Pemerintah yang berutang saja masih diberi waktu dan dihormati. Kami hanya ingin diperlakukan manusiawi,” tegas JM.
Ia juga menuntut klarifikasi tertulis resmi dari pihak bank dalam waktu tujuh hari kerja.
Analisis
Kasus ini membuka luka lama tentang ketimpangan moral antara rakyat dan penguasa.
Ketika rakyat berutang, ancaman datang tanpa jeda. Tapi ketika negara dan pemerintah daerah berutang, justru rakyat juga yang menanggung lewat pajak, inflasi, dan pemangkasan subsidi.
Inilah wajah ekonomi yang kehilangan nurani — ketika yang lemah diminta “setia membayar”, sementara yang kuat sibuk mengatur bunga dan menunda tanggung jawabnya sendiri.
Salam Waras untuk Negeri:
Jangan hanya melayani negeri dalam iklan, tapi juga menghormati rakyat di lapangan. (*)




