Nurani Dikepung Formalitas, Gam Teriak di Depan Kantor Kejaksaan: Hukum Jangan Dibutakan Kepentingan?

Palopo, Salamwaras — Hukum tanpa nurani hanyalah alat kekuasaan. Kalimat itu bergema di halaman Kejaksaan Negeri Palopo, Rabu (22/10/2025),

Ketika puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aktivis Mahasiswa (GAM) Luwu Raya menuntut keadilan atas sebuah perkara yang mereka nilai dipaksakan menjadi pidana, padahal jelas-jelas menyangkut tanah warisan keluarga.

Bacaan Lainnya

Mereka datang bukan untuk menantang negara, tapi untuk mengingatkan: keadilan tak bisa diukur dengan pasal, melainkan dengan hati nurani.

Kasus yang mereka soroti telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh Kejari Palopo dengan sangkaan Pasal 170, 406 jo. 55, dan 167 KUHP. Namun, para mahasiswa menilai langkah itu cacat moral dan logika hukum.

“Objek yang disebut diserobot itu sudah berkekuatan hukum tetap sebagai warisan, berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 276 K/Ag/2023. Kalau sudah warisan, lalu di mana letak penyerobotannya?” tanya Rugon, Jenderal Lapangan GAM Luwu Raya.

Ia menilai penyidik dan jaksa seperti menutup mata terhadap putusan pengadilan yang sudah inkracht.

“Kami hanya ingin hukum ditegakkan dengan hati yang jernih, bukan dengan agenda tersembunyi,” ujarnya lantang.

Para mahasiswa mendesak Kepala Kejaksaan Negeri Palopo untuk meninjau ulang dan menangguhkan pelimpahan perkara ke Pengadilan Negeri Palopo, sembari mempertimbangkan putusan Mahkamah Agung yang final dan mengikat.

“Jangan biarkan hukum kehilangan nurani. Kami tidak menolak proses hukum, kami hanya menolak ketidakadilan,” lanjut Rugon.

“Tanyalah pada Nuranimu” – Pesan Jaksa Agung yang Menggema di Tengah Asap Aksi

Menariknya, gema protes mahasiswa ini seolah menyambut pesan moral Jaksa Agung ST Burhanuddin yang baru-baru ini mengingatkan seluruh insan Adhyaksa agar tidak kehilangan sisi kemanusiaan dalam menegakkan hukum.

“Keadilan itu ada di dalam hati nurani, bukan di dalam buku. Untuk itu, setiap kita mengambil keputusan, tanyalah kepada hati nuranimu, agar terjawab rasa keadilan yang diharapkan masyarakat,” pesan Burhanuddin.

Pesan itu terasa relevan, terutama ketika keputusan-keputusan hukum mulai berjarak dari rasa keadilan rakyat kecil. Mahasiswa Palopo pun seolah menagih janji nurani itu langsung di depan kantor Kejaksaan.

Dari Palopo ke Makassar: Nurani Belum Selesai Diperjuangkan

Jenderal GAM Luwu Raya, Kurniawan, menegaskan aksi ini bukan akhir. Mereka akan melanjutkan gelombang perlawanan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan pada 23 Oktober 2025, jika perkara ini tetap dilanjutkan ke pengadilan.

“Kami minta Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) turun tangan. Lakukan pemeriksaan terhadap Kasi Pidum Kejari Palopo yang telah menerima berkas perkara ini. Jangan biarkan prosedur dipakai untuk menutupi kebenaran,” tegas Kurniawan.

Menurutnya, perkara yang lahir dari sengketa keluarga dan tanah warisan seharusnya diselesaikan secara perdata, bukan dipaksakan menjadi pidana. “Kalau hukum sudah buta terhadap nurani, rakyatlah yang menuntun jalannya kembali,” ujarnya menutup orasi.

Negeri ini tidak kekurangan pasal, tapi sering kekurangan hati.

Ketika Mahkamah Agung sudah bicara dan kebenaran sudah jelas, siapa yang masih berani menutup mata?

Pesan Jaksa Agung seharusnya tidak berhenti di podium: Tanyalah pada nuranimu — sebab keadilan sejati tidak bersembunyi di dalam berkas perkara.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *