Babel, Salam Waras – Gelombang polemik di wilayah tambang rakyat Kepala Burung, Kabupaten Bangka, membuka tabir besar: PT Timah Tbk sedang diuji dari dua sisi — legitimasi sosial dan konsistensi hukum.
Di tengah sorotan publik, Dirut SDM PT Timah, Andi Seto Gadhista Asapa, SH., LLM, kini berdiri di titik krusial antara reformasi tambang atau krisis kepercayaan.
Mandat UU dan Amanat Presiden
Landasan hukum pengelolaan sumber daya mineral Indonesia diatur tegas dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba).
Pasal 4 ayat (1) menegaskan bahwa seluruh sumber daya mineral dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Sementara Pasal 135 menegaskan kewajiban pemegang IUP untuk melibatkan masyarakat sekitar tambang serta memberikan prioritas pada tenaga kerja dan pelaku usaha lokal.
Amanat itu kemudian dikuatkan melalui Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2023 tentang Percepatan Peningkatan Nilai Tambah Mineral, yang menekankan keseimbangan antara keuntungan ekonomi dan tanggung jawab sosial.
Dan di atas semuanya, ada suara Presiden Prabowo Subianto yang lantang menegaskan:
“Negara tidak boleh bersekongkol dengan segelintir elit untuk merampas hak rakyat atas tanah dan sumber dayanya.”
Tumpang Tindih Kepentingan di Lapangan
Kasus di Kepala Burung menjadi simbol dari kegagalan tata kelola tambang yang humanis.
PT Timah, sebagai BUMN tambang, sejatinya memiliki otoritas penuh atas IUP-nya sendiri.
Namun fakta lapangan menunjukkan bahwa lahan IUP PT Timah justru ditumpangi oleh HGU PT GML — perusahaan perkebunan sawit yang belum menyelesaikan kewajiban plasma 20 persen untuk rakyat.
Akibatnya, rakyat yang mestinya menjadi subjek pembangunan berubah menjadi korban dari tarik-menarik kepentingan antara korporasi.
Ironi terjadi: penambang rakyat dihalangi, sementara mitra korporasi CV Tri Mustika Resource (TMR) bebas menambang dengan dalih uji coba.
Jika kondisi ini dibiarkan, maka PT Timah bukan hanya menghadapi krisis sosial, tetapi juga krisis legitimasi hukum dan etika BUMN.
Andi Seto dan Agenda Reformasi Tambang
Sebagai Dirut SDM, Andi Seto Gadhista Asapa membawa latar hukum dan pengalaman birokrasi. Namun kini ia dihadapkan pada realitas industri tambang yang sarat kepentingan.
Reformasi tambang yang diharapkan publik bukan sekadar penyegaran manajemen, tetapi pembalikan paradigma: dari tambang yang eksploitatif menjadi tambang yang partisipatif.
Langkah-langkah strategis yang ditunggu rakyat antara lain:
- Evaluasi menyeluruh terhadap pola kemitraan PT Timah, termasuk transparansi kontrak dan izin operasi mitra seperti CV TMR.
- Audit sosial dan lingkungan terhadap aktivitas tambang di kawasan IUP yang bersinggungan dengan wilayah perkebunan PT GML.
- Pelibatan aktif masyarakat lokal dalam skema tambang rakyat resmi (legalisasi kelompok penambang lokal).
- Konsolidasi kebijakan CSR dan pemberdayaan ekonomi rakyat agar selaras dengan visi Presiden Prabowo tentang keadilan sosial dan kedaulatan ekonomi.
Ujian Kepemimpinan BUMN
Krisis kepercayaan terhadap PT Timah bukan hanya masalah citra, tapi masalah orientasi korporasi negara.
Apakah PT Timah akan tetap menjadi menara bisnis yang jauh dari rakyat, atau berubah menjadi institusi berkarakter kebangsaan yang menyejahterakan rakyat pemilik sejatinya — Indonesia.
Andi Seto Gadhista Asapa kini memegang kendali arah sejarah itu.
Ia bisa memilih menjadi Dirut SDM yang menjalankan bisnis tambang, atau pemimpin BUMN yang menyalakan cahaya keadilan di tengah gelapnya tambang.
Karena dalam setiap bongkahan timah yang diangkat dari bumi, tersimpan harapan rakyat agar kekayaan negeri ini tidak lagi menjadi kutukan, tetapi berkah untuk semua.




