Stafsus Gubernur Babel Diduga Terlibat Lobi Gelap Tambang Timah

Pangkalpinang, SalamWaras — Kasus dugaan penipuan dan pemerasan terkait aktivitas tambang timah kembali mengguncang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Kali ini, dua nama di lingkaran pemerintahan daerah menjadi sorotan tajam publik: Jauhari, Staf Khusus Gubernur Babel, dan Yuli Eko Prihartanto, Kepala Bakamla Provinsi Babel.

Bacaan Lainnya

Laporan resmi disampaikan oleh Cepot, kolektor timah asal Lingkungan Rambak, Sungailiat, pada Sabtu (1/11/2025) di SPKT Polresta Pangkalpinang.

Laporan ini menyoal dugaan pemerasan berkedok mediasi antara pihak Bakamla Babel dan warga yang ditangkap dalam operasi tambang timah.

Modus “Uang Damai” 100 Juta

Peristiwa bermula pada Sabtu malam, 13 September 2025, ketika Tim Bakamla Babel melakukan penangkapan terhadap tiga warga terkemuka:

  1. Surya Dharma alias Kuncoi (pengusaha tambak udang),
  2. Lukman (Ketua HNSI Kabupaten Bangka),
  3. Cepot (kolektor timah).

Namun, proses hukum justru berakhir “damai” hanya dalam 24 jam. Ketiganya dilepaskan pada Minggu siang, setelah diduga terjadi kesepakatan uang damai sebesar Rp100 juta.

Menurut keterangan pelapor, uang tersebut diserahkan langsung kepada Jauhari, yang mengaku bisa mengatur penyelesaian melalui jalur Bakamla.

“Dia bilang sudah koordinasi dengan Bakamla, uang itu untuk penyelesaian agar tidak diperpanjang masalahnya. Tapi belakangan semua mengaku tidak tahu-menahu,” ungkap Cepot kepada wartawan.

Saksi lain, Lukman, membenarkan bahwa komunikasi dan pertemuan sempat terjadi antara Jauhari dan pejabat Bakamla di kantor lembaga tersebut.

“Saya di luar ruangan saat keduanya bertemu. Setelah itu, uang diserahkan, tapi belakangan semua saling lempar tanggung jawab,” ujarnya.

Poin Krusial dalam Laporan Polisi

Dalam laporan yang diterima Polresta Pangkalpinang, terdapat tiga pokok perkara yang kini sedang diselidiki:

  1. Penangkapan tanpa surat tugas dan di luar kewenangan.
    Penangkapan oleh Tim Bakamla diduga dilakukan tanpa surat perintah resmi dan di wilayah non-laut yang bukan domain hukum Bakamla.
  2. Dugaan pemerasan melalui modus uang damai.
    Permintaan uang Rp100 juta disebut sebagai syarat agar perkara tidak dilanjutkan.
  3. Dua pejabat menyangkal penerimaan dana.
    Baik Stafsus Gubernur maupun Kepala Bakamla Babel membantah menerima uang tersebut, memunculkan dugaan adanya pihak ketiga yang menyelewengkan dana.

Sorotan Warga dan Dasar Hukum

Peristiwa ini menyoroti kembali buramnya tata kelola tambang timah di Babel, di mana praktik lobi gelap, perantara, dan “uang pengaman” kerap menggantikan proses hukum yang semestinya.

Secara hukum, tindakan yang dilaporkan dapat dijerat dengan: Pasal 368 KUHP tentang pemerasan, Pasal 378 KUHP tentang penipuan, Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik,

Serta berpotensi melanggar prinsip good governance sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

Amanat Presiden dan Pesan Prabowo

Presiden Prabowo Subianto, dalam berbagai kesempatan menegaskan bahwa pemberantasan korupsi dan penyalahgunaan wewenang adalah prioritas nasional di sektor sumber daya alam.
Dalam arahannya pada Rakornas Penegakan Hukum 2025, Prabowo mengingatkan:

“Negara tidak boleh kalah oleh mafia sumber daya. Aparat penegak hukum harus bersih, tegak, dan berpihak pada kepentingan rakyat.”

Pesan tegas ini menjadi tamparan moral bagi aparat daerah, khususnya di wilayah kaya tambang seperti Bangka Belitung, di mana praktik ilegal masih subur di balik meja kekuasaan.

Transparansi dan Harapan Warga

Warga kini menunggu langkah nyata Polresta Pangkalpinang dalam menelusuri aliran dana Rp100 juta serta menegakkan asas transparansi dan akuntabilitas.

Jika terbukti benar, kasus ini bukan hanya soal uang damai, tapi juga indikasi sistemik lemahnya integritas aparat daerah dan kedekatan oknum pejabat dengan bisnis tambang ilegal.

“Ini momentum bersih-bersih. Jangan ada lagi mafia tambang yang bersandar pada jabatan,” ujar salah satu pengamat hukum Babel yang enggan disebut namanya.

SalamWaras akan terus memantau perkembangan penyidikan, memastikan suara publik tidak tenggelam oleh permainan meja birokrasi. Karena sebagaimana amanat Presiden Prabowo:

“Negara ini harus adil. Dan keadilan itu harus dimulai dari keberanian menindak siapa pun yang bermain di balik hukum.”

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *