Jakarta, SalamWaras — Jaksa Agung Republik Indonesia melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum), Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, memimpin ekspose virtual penyelesaian 10 perkara pidana dengan mekanisme Keadilan Restoratif (Restorative Justice).
Langkah ini menjadi wujud konkret penegakan hukum yang humanis, berkeadilan, dan berpihak pada nilai kemanusiaan.
Salah satu perkara yang disetujui untuk diselesaikan secara restoratif adalah kasus Tersangka Herman bin Saberan dari Kejaksaan Negeri Tapin, yang dijerat Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Kronologi Kasus Tapin
Kasus ini bermula pada 12 Agustus 2025 pukul 06.30 WITA. Herman, warga Desa Bungur Baru, Kecamatan Bungur, Kabupaten Tapin, mencuri sejumlah rokok dan uang Rp200.000 dari kios milik Arif Rahman Hakim. Total kerugian korban mencapai Rp4,83 juta.
Kepala Kejaksaan Negeri Tapin Arya Wicaksana, S.H., M.H., bersama Kasi Pidum Rudi Purwanto, S.H. dan Jaksa Fasilitator Erdito Wirajati, S.H., M.H., kemudian menginisiasi penyelesaian melalui keadilan restoratif.
Dalam proses perdamaian pada 20 Oktober 2025, Herman mengakui kesalahan, meminta maaf, dan korban menyatakan memaafkan serta tidak ingin melanjutkan perkara ke pengadilan. Setelah kesepakatan tercapai, Kejari Tapin mengajukan permohonan penghentian penuntutan kepada Kejati Kalimantan Selatan, dan disetujui oleh JAM-Pidum dalam ekspose hari ini.
9 Perkara Lain yang Disetujui
Selain kasus Tapin, JAM-Pidum juga menyetujui 9 perkara lain diselesaikan dengan pendekatan keadilan restoratif, antara lain:
- Al Mujahidin alias Hidin (Kejari Morowali) — Penodaan agama & perusakan.
- Usman Ibrahim (Kejari Penajam Paser Utara) — Pengancaman & kepemilikan senjata tajam.
- Maman Susanto (Kejari Ketapang) — Penadahan.
- Agus Binus Sapi’i & Yeremia Oktavianus (Kejari Sanggau) — Pengeroyokan.
- Amril Holong Silaban (Kejari Humbang Hasundutan) — Pencurian.
- Riswan Efendy (Kejari Padang Lawas Utara) — Penganiayaan.
- Alex Satria (Kejari Pekanbaru) — Pencurian.
- Badriah binti Ismail (Kejari Bireuen) — Penganiayaan.
- Akbar Galus & Hero Alfaruq (Kejari Bener Meriah) — Kekerasan terhadap anak.
Alasan Keadilan Restoratif Disetujui
Pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif diputuskan karena memenuhi sejumlah pertimbangan, antara lain:
Telah tercapai perdamaian sukarela antara tersangka dan korban, Tersangka menyesal dan belum pernah dihukum sebelumnya, Ancaman pidana di bawah 5 tahun, Tindakan dilakukan untuk pertama kalinya, Korban memaafkan dan tidak ingin perkara dilanjutkan, Pertimbangan sosiologis serta dukungan positif masyarakat.
“Para Kepala Kejaksaan Negeri diminta segera menerbitkan SKP2 Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor 01/E/EJP/02/2022,” tegas Prof. Asep Nana Mulyana.
Langkah ini, lanjut JAM-Pidum, merupakan perwujudan nyata dari kepastian hukum yang berkeadilan, sekaligus bentuk pendekatan hukum yang lebih edukatif dan memulihkan, bukan semata-mata menghukum.





