Rakyat Desak DPRD Bangka Tegas!, Tuntaskan Konflik Tambang Kepala Burung Sesuai Amanat UU dan Fungsi Pengawasan

Bangka, SalamWaras — Konflik tambang di kawasan Kepala Burung, Desa Air Layang, Kecamatan Bakam, yang berujung pada aksi anarkis dan kerusakan fasilitas milik CV. TMR — mitra PT. Timah di areal HGU PT. GML — kini menjadi perhatian serius publik.

Desakan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bangka agar menunaikan fungsi check and balance serta pengawasan sesuai amanat Undang-Undang semakin menguat.

Bacaan Lainnya

Pasca insiden pada Rabu, 22 Oktober 2025, DPRD Bangka dikabarkan akan segera menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama PT. GML, PT. Timah, Forkopimda Bangka, koperasi desa, dan perwakilan penambang lokal. Langkah ini dianggap penting untuk mencegah konflik horizontal serta memastikan tata kelola tambang berjalan sesuai hukum dan asas keadilan sosial.

Salah satu anggota Komisi III DPRD Bangka membenarkan adanya rencana RDP tersebut. “Kami sudah menerima sejumlah surat dari masyarakat, termasuk laporan adanya protes karena sosialisasi tambang belum dilakukan sebagaimana mestinya sejak September lalu. Dewan wajib memfasilitasi aspirasi rakyat dan menjaga kondusivitas daerah,” ujarnya.

Ia juga mengungkap bahwa DPRD sebelumnya telah mengingatkan PT. Timah terkait persoalan tambang di wilayah Kepala Burung, namun belum mendapatkan respons yang memadai. Padahal, menurutnya, dewan memiliki kewajiban hukum untuk memastikan pelaksanaan kegiatan tambang tidak melanggar aturan dan tidak menimbulkan keresahan publik.

UU dan Fungsi DPRD: Bukan Sekadar Mendengar, Tapi Menekan dan Mengawasi

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, DPRD memiliki tiga fungsi utama:

  1. Legislasi — membentuk peraturan daerah bersama kepala daerah;
  2. Anggaran — menyusun dan menetapkan APBD;
  3. Pengawasan — memastikan pelaksanaan kebijakan daerah sesuai peraturan perundang-undangan dan kepentingan masyarakat.

Selain itu, Pasal 365 UU No. 23/2014 secara tegas menyebutkan bahwa DPRD berhak meminta keterangan kepada kepala daerah, instansi, maupun pihak swasta yang berkaitan dengan kepentingan publik dan dugaan pelanggaran tata kelola sumber daya alam.

Artinya, DPRD bukan hanya sekadar menjadi “penonton”, tetapi wajib menekan, mengawasi, dan menindaklanjuti setiap dugaan penyimpangan, termasuk dalam kegiatan pertambangan yang menyentuh ruang hidup masyarakat.

LMP Bangka: Jangan Ada Kongkalikong Tambang, DPRD Harus Tegas

Sekretaris LMP Bangka, Ryan Taufani, menyesalkan terjadinya aksi anarkis di lokasi tambang. Ia menilai konflik ini dipicu oleh ketidakadilan dalam pola kerja sama antara CV. TMR dengan masyarakat lokal.

“Sejak awal, penambang lokal tidak diizinkan masuk ke lokasi, sementara mitra PT. Timah mendapatkan hak penuh. Ini menimbulkan kecemburuan sosial dan memicu benturan. Kami sudah menyurati DPRD Komisi III untuk mencari solusi, tapi justru muncul tindakan perusakan alat tambang milik warga,” tegas Ryan.

Ia berharap RDP yang digelar DPRD Bangka tidak hanya menjadi seremonial, melainkan langkah nyata untuk menyelesaikan persoalan dan membuka ruang dialog yang adil antara PT. Timah, mitra kerja, dan penambang lokal.

“Kami dari Laskar Merah Putih siap mengawal proses ini. Kami ingin tambang berjalan aman, tertib, dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal, bukan hanya segelintir pihak,” tandasnya.

Rakyat Menunggu Ketegasan DPRD

RDP yang direncanakan awal November ini akan menjadi ujian bagi DPRD Bangka — apakah benar menjalankan amanat rakyat sebagai pengawas, atau hanya menjadi penyalur formal aspirasi tanpa hasil konkret.

Sesuai Pasal 78 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, setiap kegiatan pertambangan wajib melalui mekanisme izin lingkungan dan sosialisasi publik yang transparan. Bila hal ini diabaikan, DPRD berhak dan wajib mendesak pemerintah daerah serta aparat penegak hukum untuk melakukan investigasi dan penegakan hukum.

Publik menunggu langkah nyata DPRD Bangka untuk menekan, memediasi, dan memastikan setiap izin tambang tidak melanggar asas keadilan sosial, transparansi, dan keberlanjutan lingkungan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *