Salam Waras, Sinjai — Di tanah Butta Panrita Kitta, tempat siri’ dan pacce dijunjung tinggi, publik kini dibuat terperangah oleh kisah dugaan perselingkuhan yang menyeret nama seorang anggota DPRD Sinjai.
Antara adat yang bungkam, hukum yang ribut, dan kehormatan yang dipertontonkan — cerita ini lebih menyerupai drama ketimbang wibawa seorang pemimpin.
Adat yang Diam, Hukum yang Bersuara
Dalam adat Bugis-Makassar, persoalan rumah tangga — terlebih ketika menyangkut kehormatan — bukanlah konsumsi publik.
Namun kini, peristiwa yang seharusnya diselesaikan secara adat berubah jadi laporan polisi dan bahan perbincangan nasional.
Publik pun bertanya:
- Kalau seorang perempuan bersuami tertangkap bersama laki-laki lain, apa yang dilakukan adat? Kok bisa malah lapor polisi, bukan sidang adat?
- Laki-laki yang menggoda istri orang, di mana sikap lelakinya? Di mana tanggung jawab moralnya?
- Apakah adat Bugis-Makassar di Sinjai masih dipegang, atau sudah hanya jadi simbol di dinding kantor pemerintahan?
“Jangan-jangan adatnya cuma dipajang, bukan dijalankan,” begitu komentar pedas warganet yang menyoroti kasus ini.
Kutipan Unit PPA: ‘Kami Sudah Amankan yang Bersangkutan’
Kasus ini kini ditangani oleh Unit PPA Satreskrim Polres Sinjai. Kanit PPA, Ipda Andi Aliyas, saat dikonfirmasi, membenarkan laporan tersebut.
“Benar, laporan sudah kami terima. Pelapor adalah anggota DPRD Sinjai. Saat ini terlapor, baik istri maupun pria berinisial SH, sudah kami periksa,” ujar Ipda Andi Aliyas, Minggu (19/10/2025).
Ia juga mengonfirmasi hubungan antara pelapor dan terlapor pria:
“SH ini memang kerabat dekat. Sepupu satu kali dengan bapaknya pelapor.”
Menurutnya, penyidik masih mendalami kasus tersebut secara hati-hati untuk memastikan unsur pidana.
“Sudah diperiksa. Sementara kita dalami, termasuk motif dan kronologinya,” tambahnya.
Suara dari MUI: Perselingkuhan Adalah Zina
Wakil Ketua MUI Sinjai, Ustaz Fadel, menegaskan bahwa perselingkuhan merupakan perbuatan yang diharamkan dan setara dengan zina.
“Perselingkuhan bisa menjadi alasan sah untuk perceraian, karena itu bentuk pengkhianatan terhadap akad suci,” jelasnya.
Namun, MUI juga mengingatkan agar setiap tuduhan didasari bukti kuat:
“Jangan sampai persoalan rumah tangga berubah jadi fitnah. Islam menuntut bukti, bukan emosi.”
Drama Rumah Tangga Legislator
Sang istri, DA, tak tinggal diam.
Melalui unggahan di media sosial, ia menulis:
“Dia tidak dapati saya di kamar! Ini akal-akalan demi dirinya sendiri. Egois bukan? Berapa tahun saya diam, disuruh tutupi, dilarang bicara di sosmed hanya demi jabatan beliau.”
Dalam unggahan lain, ia menyindir balik perilaku sang suami yang disebut “gemar main perempuan” dan memanfaatkan posisi untuk menutupi aibnya sendiri.
Narasi dari kedua belah pihak semakin memecah opini publik — antara simpati, kecurigaan, dan rasa muak terhadap drama yang melibatkan pejabat publik.
Jejak Lama Sang Legislator
Nama Kamrianto bukan baru sekali menghiasi pemberitaan.
Politikus PAN itu pernah terseret kasus narkoba di Makassar, ketika tertangkap saat hendak berpesta sabu di hotel Jalan Pelita Raya.
Direktur Reserse Narkoba Polda Sulsel, Kombes Pol Darmawan Affandi, kala itu menegaskan:
“Betul, ada anggota dewan terlibat sabu-sabu. Barangnya dibeli lewat perantara, dan saat ditangkap sedang dipersiapkan untuk dipakai.”
Kasus itu sempat mereda, namun kini muncul lagi gelombang sorotan publik — bukan karena kinerja, melainkan karena moralitas.
Butta Panrita Kitta di Titik Balik
Kasus ini bukan sekadar urusan cinta atau rumah tangga. Ini soal nilai dan warisan budaya.
Butta Panrita Kitta yang dulu dikenal melahirkan orang-orang bijak kini diuji oleh perilaku para tokohnya sendiri.
Jika adat masih hidup, mengapa tidak bicara? Jika adat sudah mati, siapa yang membunuhnya?
Ketika jabatan jadi pelindung dari aib, dan hukum dijadikan panggung untuk pertunjukan,
maka adat tinggal nama, siri’ tinggal kenangan.
“Siri’ napaja allinna — hilang harga diri, hilang jiwanya.”
Sinjai bukan kekurangan aturan, tapi kekurangan teladan. Dan ketika yang berkuasa lupa malu, rakyat pun mulai kehilangan hormat.





1 Komentar