Ijazah Misterius Jokowi! Saat Kebenaran Mengejar Bayang yang Tak Pernah Lulus?

Jakarta | SalamWaras – Meskipun kebohongan itu lari secepat kilat, satu waktu kebenaran akan mengalahkannya!, Kalimat legendaris dari Prof. Dr. Jacob Elfinus Sahetapy kembali menggema, menggetarkan ruang keheningan bangsa yang mulai gerah dengan misteri ijazah mantan Presiden Joko Widodo.

Sudah bertahun-tahun publik dibuai dengan narasi akademik yang megah, tetapi jejak kebenaran terus menuntut haknya.

Bacaan Lainnya

Di tengah upaya pembelaan yang penuh sandiwara dan kalimat diplomatik yang kian hambar, muncul satu pernyataan mengejutkan dari sosok yang tak sembarangan: Prof. M. Yudhie Haryono, M.Si., Ph.D.

Dosen dan pengurus yayasan sebuah universitas ternama di Jakarta itu, yang juga tercatat sebagai salah satu orang dalam lingkar awal perjalanan politik Jokowi di Solo tahun 2005, menyatakan tegas bahwa Jokowi tidak memiliki ijazah Universitas Gadjah Mada (UGM).

“100% Pak Jokowi tidak punya ijazah UGM,” ujar Yudhie kepada Ketum PPWI, Wilson Lalengke, dalam percakapan WhatsApp pada Rabu, 22 Oktober 2025. Dan sudah lama kami usulkan agar dia dihukum, karena menipu semua orang.”

Pernyataan itu mengguncang. Tak hanya membuka kembali luka lama publik atas skandal ijazah Jokowi, tetapi juga menyeret nama besar Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., mantan Rektor UGM dan Menteri Sekretaris Negara di era kepemimpinan Jokowi.

Menurut Yudhie, Pratikno-lah yang mengatur seluruh proses pemunculan ijazah UGM Jokowi, yang diduga palsu dan digunakan sejak pencalonannya sebagai Walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, hingga Presiden RI.

“Ijazah Pak Jokowi yang atur itu Pratikno. Aktornya tunggal: Pratikno!” tegas Yudhie tanpa ragu.

Pernyataan ini menampar wajah kredibilitas dunia akademik dan pemerintahan. Sebab, jika benar seorang rektor sekaligus menteri ikut mengatur pemalsuan dokumen negara, maka bukan hanya hukum yang dilecehkan, tetapi moral bangsa ini telah direndahkan di hadapan kebenaran.

Bayang Kebenaran dan Luka Akademik Bangsa

Kasus ini bukan sekadar polemik administratif. Ia adalah cermin keruntuhan moral kepemimpinan dan kolapsnya sistem akuntabilitas nasional.
Beberapa warga bahkan pernah dijerat hukum karena mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi, namun ironi besar terjadi: yang dipenjara justru mereka yang mencari kebenaran.

UGM sendiri telah berulang kali menegaskan bahwa Jokowi benar lulusan Fakultas Kehutanan. Namun, di tengah pembelaan itu, tak sedikit akademisi dan aktivis yang membaca banyak kejanggalan.

Apalagi, Pratikno, yang saat itu menjabat Rektor, kini berada dalam posisi politik strategis yang membuat semua “alur pembenaran” seolah-olah sempurna.

Namun sejarah tak bisa dibungkam dengan dokumen palsu. Sebab sebagaimana pesan Prof. Sahetapy, kebenaran adalah pelari maraton yang tak pernah berhenti—ia mungkin lambat, tapi pasti menang di garis akhir.

Hukum Boleh Diam, Tapi Kebenaran Tidak

Kini publik menunggu keberanian lembaga hukum untuk menelisik tuntas misteri ini—tanpa takut pada kekuasaan, tanpa tunduk pada simbol.
Sebab, bila hukum tak berani menegakkan kejujuran, bangsa ini akan kehilangan kompas moralnya.

Kasus ijazah Jokowi bukan hanya tentang selembar kertas; ia adalah ujian atas kejujuran bangsa, kesetiaan pada konstitusi, dan rasa malu sebagai manusia berakal.

Dan sampai kebenaran itu tiba di garis “in kracht van gewijsde”,
bayangan ijazah Jokowi—dan dugaan peran Prof. Pratikno di baliknya—akan terus menghantui sejarah Republik ini.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *