Salam Waras, Sinjai – Aktivis dan pegiat LSM LIRA, Ahmad Zulkarnain, mendorong Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulsel untuk mendalami potensi kerugian negara pada belanja pengadaan perlengkapan sekolah di Dinas Pendidikan Kabupaten Sinjai tahun 2023.
Dorongan ini menyusul temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang membongkar dugaan pelaksanaan proyek yang tidak sesuai ketentuan.
Dikutip dari Sumber celebesnews.co.id, Ahmad menekankan pentingnya transparansi dan penegakan hukum atas penggunaan anggaran APBD Kabupaten Sinjai.
Ia meminta agar Kejati Sulsel memanggil pejabat terkait atas dugaan penyalahgunaan anggaran.
“Ini bukan sekadar kesalahan teknis. Harus diusut tuntas. Ada pihak yang harus bertanggung jawab. Saya mendesak Kejati Sulsel memanggil pejabat terkait agar mempertanggungjawabkan dugaan penyalahgunaan anggaran ini,” ujarnya kepada Celebesnews, Jumat (17/10/2025).
Kasus ini mengingatkan pada skandal seragam sekolah di Makassar yang kini menjadi perhatian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Agung RI, hingga Mabes Polri.
Saat itu, proyek pengadaan seragam sekolah menimbulkan dugaan penyalahgunaan anggaran yang memicu pemeriksaan lintas lembaga penegak hukum.
Sementara itu, Ahmad, mengungkapkan temuan BPK seharusnya segera ditindaklanjuti melalui pemanggilan dan pemeriksaan pejabat berwenang, mengingat anggaran publik telah digunakan tidak sesuai ketentuan.
Kasus ini menambah panjang daftar sorotan terhadap transparansi pengelolaan keuangan di Pemkab Sinjai.
Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) TA 2023, Pemkab Sinjai mengalokasikan anggaran Belanja Peralatan dan Mesin sebesar Rp26,67 miliar, dengan realisasi Rp25,7 miliar atau 96,36%.
Sebagian belanja modal ini digunakan untuk pengadaan perlengkapan sekolah berupa Sistem Monitoring Pendidikan Sekolah, yang mencakup komputer server, mesin finger print, Uninterrupted Power Supply (UPS), dan aplikasi sistem monitoring pendidikan senilai Rp5,2 miliar.
Hasil pemeriksaan BPK menunjukkan bahwa pengadaan dilakukan melalui dua Surat Perjanjian Kerja oleh rekanan yang sama, PT AMPE, masing-masing pada 23 Mei 2023 senilai Rp4,05 miliar untuk SD dan 20 Juli 2023 senilai Rp1,15 miliar untuk SMP. Pengadaan ini didistribusikan ke Dinas Pendidikan, 16 SD, dan lima SMP.
Sistem monitoring tersebut seharusnya menampilkan data sekolah dalam bentuk dashboard, termasuk data guru, murid, sarana prasarana, absensi guru, nilai siswa, dan manajemen materi.
Namun, pemeriksaan lebih lanjut mengungkap sejumlah masalah serius:
Perencanaan tidak memadai: Pengadaan tidak tercantum dalam Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) Dinas Pendidikan Tahun 2023.
Perbedaan spesifikasi: Dari sembilan item, satu sesuai KAK, enam tidak sesuai, dan dua tidak tercantum dalam KAK.
Potensi pemborosan anggaran: Aplikasi sistem monitoring dan mesin finger print belum dimanfaatkan hingga akhir 2023 karena aplikasi tidak terkoneksi dengan database Dapodik.
Mesin finger print tidak digunakan: Di 16 sekolah, mesin finger print belum terpasang dan modul absensi guru tidak bisa digunakan. Kepala sekolah menyatakan mesin finger print tidak pernah diuji coba.
BPK mencatat kondisi ini akibat Kepala Dinas Pendidikan merencanakan pengadaan yang tidak sesuai RKBMD, tidak melakukan uji fungsi sebelum pembayaran, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak cermat dalam menyusun serta mengendalikan kontrak pengadaan.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Sinjai sementara diusahakan untuk dikonfirmasi.




