Di Balik Polemik PT. Timah, Keberadaan Direktur SDM Dipertanyakan! Jejak Utang Daerah dan Manuver Tambang di Balik Layar?

Babel, SalamWaras — Polemik penambang rakyat di kawasan Kepala Burung, Bukit Layang Nama Andi Seto Gadhista Asapa, SH., LLM., kembali menjadi sorotan. Mantan Bupati Sinjai (2018–2023) itu kini menjabat sebagai Direktur Sumber Daya Manusia (SDM) PT Timah Tbk, salah satu posisi strategis di perusahaan tambang milik negara.

Namun, di balik kursi penting itu, muncul tanda tanya besar: apa sebenarnya peran Direktur SDM dalam membangun manusia, ketika yang tampak justru manuver tambang dan kepentingan lapangan?

Bacaan Lainnya

SDM Terlupakan, Tambang Dikuasai

Sebagai Direktur SDM, Andi Seto semestinya menjadi garda depan dalam membangun profesionalisme, etika, dan kesejahteraan pekerja.

Namun, sejumlah sumber internal PT Timah mengungkapkan bahwa fokusnya justru kabur dari mandat utama.

“Alih-alih memperbaiki nasib pekerja, beliau lebih banyak mengurus tambang dan mitra di lapangan,” ungkap salah satu sumber internal kepada Salam Waras, Selasa (29/10).

Program Pensiun Sukarela (PPS) yang digagas perusahaan juga disebut tidak transparan dan menimbulkan keresahan.

Hak-hak pekerja banyak yang belum terselesaikan, sementara promosi jabatan dan evaluasi kinerja dinilai tidak memiliki arah yang jelas.

Pertanyaannya, apakah jabatan Direktur SDM dijalankan untuk membangun manusia, atau sekadar jembatan menuju bisnis tambang dan kepentingan korporasi tertentu?

Dari Sinjai ke Timah: Warisan Utang, Antikritik, dan Pola Lama

Jejak kepemimpinan Andi Seto di Kabupaten Sinjai masih menyisakan banyak tanda tanya.

Selain persoalan utang daerah, publik juga mengingatnya sebagai sosok yang tak ramah terhadap kritik.

Pada 2021, seorang warga bernama Ancha Mayor justru dilaporkan ke polisi setelah menyoroti dugaan korupsi dan kebijakan publik di masa pemerintahannya.

Akibat laporan itu, Ancha sempat merasakan dinginnya hotel prodeo — sebuah tragedi kecil dalam demokrasi lokal yang mestinya menjunjung tinggi kebebasan berekspresi.

Tak berhenti di situ. Ketika sejumlah warga hendak menyampaikan aspirasi di depan Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Sinjai, kala itu muncul sosok orang tak dikenal (OTK) bersenjata tajam yang berjaga di halaman rujab.

Kejadian tersebut menimbulkan ketakutan di tengah masyarakat, bahkan seorang rekan jurnalis turut mendapat ancaman pembunuhan saat usai meliput situasi tersebut.

“Itu bukan sekadar intimidasi. Itu pesan kekuasaan: jangan bicara,” ujar salah satu aktivis mahasiswa Sinjai saat diwawancarai Salam Waras.

Sikap antikritik, dikombinasikan dengan dugaan pelanggaran tata kelola keuangan daerah, menjadi cermin bahwa budaya feodal masih kuat menempel dalam wajah birokrasi lokal.

Kasus “utang kue” Rp6,79 juta kepada pelaku UMKM Kamrianti Ramli, yang tak dibayar sejak Mei 2022, menjadi contoh kecil dari bobroknya manajemen keuangan kala itu.

“Betul, Pemkab Sinjai punya utang kue sebanyak itu yang belum dibayar sampai sekarang,” ungkap Kamrianti kepada media lokal, Desember 2023.

Sementara Kabag Umum Pemkab Sinjai, Hamda, juga mengakui masih ada utang makan-minum sekitar Rp200 juta, yang merupakan warisan pemerintahan Andi Seto.

Belum lagi pinjaman besar yang dilakukan Pemkab Sinjai di masa jabatannya — Rp185 miliar dari Bank Sulselbar dan Rp100 miliar dari PT SMI melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) — yang hingga kini belum ada laporan publik yang jelas soal penggunaannya.

Maka Rakyat berhak bertanya: apakah jabatan barunya di BUMN tambang nasional adalah promosi prestasi, atau justru hadiah bagi sosok yang meninggalkan jejak persoalan di belakang?

DPRD Babel Bersuara: Ketimpangan Izin Mitra Tambang

Sorotan terhadap PT Timah makin tajam ketika DPRD Bangka Belitung menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan perwakilan penambang rakyat di kawasan Kepala Burung, Bukit Layang.

Fakta di lapangan menunjukkan: PT Timah hanya memberi izin kepada satu mitra, CV Tri Mustika Resource (TMR), sementara penambang lokal dilarang menambang di tanah mereka sendiri.

Kondisi ini memicu protes besar dan benturan di lapangan, termasuk dugaan pengrusakan alat tambang milik warga oleh pihak mitra.

“Perusahaan mitra sudah tiga bulan beroperasi, kami justru dilarang menambang di tanah kami sendiri. Ini ketidakadilan,” tegas M. Daud, warga Bukit Layang.

Praktik ini kian memperkuat dugaan bahwa kebijakan tambang di balik layar tidak berpihak pada rakyat, melainkan pada jaringan kepentingan ekonomi tertentu.

Aktivis Bicara: BUMN Bukan Alat Balas Jasa

Menurut salah seorang aktivis lingkungan dari gerakan Salam Waras, jabatan strategis di BUMN seperti PT Timah seharusnya diisi oleh sosok berintegritas, bukan figur yang membawa warisan persoalan lama.

“BUMN bukan tempat parkir politik atau alat balas jasa keluarga elite. Negara harus menjaga moral dan akuntabilitas pejabat publik,” tegasnya.

Ia menilai, penempatan figur kontroversial di BUMN tambang justru bertentangan dengan amanat Presiden Prabowo Subianto tentang reformasi BUMN, transparansi tambang, dan keberpihakan kepada rakyat kecil.

Presiden Prabowo: “Negara Tak Bisa Ditipu”

Presiden Prabowo Subianto sebelumnya memberi arahan tegas kepada seluruh pejabat negara, baik di pusat maupun daerah.

Dalam upacara Hari Lahir Pancasila, di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta (2 Juni 2025), Prabowo memperingatkan keras agar para pejabat segera membenahi diri dan tidak mempermainkan negara.

“Saya sekali lagi mengimbau, jangan menganggap negara ini bisa dipermainkan, jangan menganggap NKRI bisa ditipu,” tegas Prabowo.

Ia menambahkan, pemerintah akan menindak siapa pun yang tidak bekerja untuk kepentingan rakyat, tanpa pandang bulu.

“Segera benahi diri, segera bersihkan diri. Negara akan bertindak. Mereka yang tidak setia akan disingkirkan tanpa ragu, tanpa melihat keluarga siapa, partai mana, atau suku apa,” ujarnya lantang.

Pesan itu menjadi penegasan moral: pejabat publik yang mengkhianati amanah rakyat tidak punya tempat di pemerintahan maupun di BUMN.

Catatan Salam Waras

PT Timah bukan sekadar perusahaan tambang — ia adalah simbol kedaulatan ekonomi dan moral bangsa.

Jabatan Direktur SDM semestinya menjadi pusat peradaban manusia dalam korporasi negara, bukan alat bagi segelintir kepentingan untuk mengatur tambang dari balik meja kekuasaan.

Jejak utang daerah, konflik tambang rakyat, dan lemahnya tata kelola SDM harus menjadi peringatan keras:

kekuasaan tanpa integritas hanya akan melahirkan kehancuran baru.

Rakyat menunggu, sejarah mencatat, media mengingatkan. Karena berpikir sehat berarti berani bicara waras.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

1 Komentar